Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan industri tekstil dalam negeri perlahan bakal menaikkan harga jual produk mereka akibat melesatnya harga bahan baku kapas di pasar internasional belakangan ini.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan peningkatan harga itu terjadi pada bahan baku yang mayoritas digunakan di Indonesia seperti polyester dan rayon.
“Dampaknya yang pasti ada penyesuaian harga jual, memang penyesuaian harga jual menaikkannya itu perlu waktu,” kata Jemmy melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Selasa (12/10/2021).
Melansir China Chemical & Fiber Economic Information Network (CCFEI), Jemmy menuturkan harga serat polyester mengalami peningkatan sebesar 11 persen selama dua pekan terakhir. Kenaikkan harga serat tersebut, menurut dia, turut dipengaruhi oleh krisis energi yang melanda Negeri Tirai Bambu itu.
“Kita tidak bisa berbuat banyak karena ini adalah barang komoditi, harga bahan baku polyester, kapas, dan rayon mengikuti harga market di dunia, kita harus menyesuaikan” kata dia.
Kementerian Perindustrian tengah berfokus mengembangkan bahan baku pengganti seperti rayon, polyester hingga serat bambu untuk mengantisipasi kenaikan harga kapas di pasar internasional yang melampui US$1 per pon untuk pertama kalinya selama hampir satu dekade lalu.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan langkah itu menjadi solusi yang dapat diambil untuk mengatasi gejolak harga kapas di pasar internasional.
Selain itu, Elis menambahkan kementeriannya tengah mendorong pencampuran sejumlah bahan baku pengganti untuk dapat menghasilkan produk yang memenuhi standar ekspor.
“Kita punya industri rayon di Indonesia yang sedang mengembangkan kapasitasnya bahkan rayon ini memang punya Indonesia yang bisa menggantikan kapas,” kata Elis melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Selasa (12/10/2021).
Kendati demikian, Elis mengakui terdapat sejumlah karakteristik kapas yang tidak mudah dipenuhi oleh rayon. Belakangan kendala itu, menurut dia, dapat diatasi dengan mencampur rayon dengan polyester hingga serat bambu untuk mencapai produk yang sesuai standar bahan baku kapas.
Dia pun mengemukakan industri polyester dalam negeri belakangan berhasil menciptakan sifat-sifat kapas pada bahan baku polyester. Dengan demikian, pengembangan bahan baku alternatif itu dapat menjadi solusi bagi industri tekstil dalam negeri berbasis kapas dan berorientasi ekspor.
“Kita terus mempromosikan ini, juga memsosialisikan ke buyer-buyer yang tujuannya ekspor. Industri harus menegosiasikan ulang dengan buyer-buyer tersebut,” kata dia.
Kapas berjangka melesat melampaui US$1 per pon untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade karena cuaca buruk dan hambatan pengiriman mengancam pasokan sehingga menaikkan biaya pakaian di seluruh dunia.
Di New York, kontrak untuk pengiriman Desember 2021 naik ke angka US$1,005 per pon, tertinggi sejak November 2011.
Dilansir Bloomberg, Selasa (28/9/2021), harga kapas telah melonjak 28 persen sepanjang tahun ini karena permintaan yang ketat terutama dari China. Hal ini ditambah dengan gangguan pasokan akibat pandemi dan kekacauan logistik yang dipicu oleh naiknya biaya pengiriman.
Makin tinggi harga serat itu membuat biaya untuk membuat pakaian akan meningkat. Peritel mungkin akan membebankan biaya tersebut kepada pelanggan, yang mengakibatkan inflasi untuk segala hal mulai dari kaos hingga jeans. Ini dapat mengekang permintaan dan menekan margin untuk pembuat pakaian jadi seperti Levi Strauss & Co.