Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen pada 2022 dinilai akan menghambat proses pemulihan ekonomi tahun depan.
Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan dampak yang paling terasa adalah pada daya beli masyarakat kelas menengah.
Dia menjelaskan, ketika harga barang naik, maka inflasi akan mengalami peningkatan, sementara daya beli masyarakat belum tentu langsung pulih pada 2022.
“Akibatnya masyarakat punya dua opsi, mengurangi belanja, banyak berhemat, atau mencari alternatif barang yang lebih murah,” katanya kepada Bisnis, Senin (4/10/2021).
Menurut Bhima, aturan mengenai kenaikan tarif PPN tersebut sebaiknya dicabut sebelum RUU HPP disahkan di DPR dalam minggu ini.
Dia menyampaikan, alih-alih menaikkan tarif PPN, pemerintah seharusnya mencari cara lain untuk meningkatkan rasio pajak tanpa mengganggu proses pemulihan ekonomi.
Baca Juga
“Untuk kejar rasio pajak masih banyak cara lain yang lebih adil dan tidak kontra terhadap upaya pemulihan daya beli kelas menengah dan bawah,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dan Komisi XI DPR RI telah menyepakati Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).
Berdasarkan draft RUU HPP Pasal 7, tarif PPN akan dinaikkan menjadi 11 persen yang mulai berlaku pada 1 April 2022. Lebih lanjut, tarif PPN akan kembali dinaikkan menjadi 12 persen, paling lambat mulai 1 Januari 2025.