Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi multiusaha kehutanan menjadi salah satu kunci untuk mencapai target nol emisi gas rumah kaca dari sektor berbasis hutan dan penggunaan lahan (Net Sink FOLU) pada 2030 sekaligus untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Pendapat itu muncul dalam webinar bertajuk "Pengelolaan Lanskap Ekosistem Hutan untuk Mendukung Target Net Sink FOLU 2030, Selasa (28/9/2021). Webinar digelar sebagai rangkaian Musyawarah Nasional Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) pada Desember 2021.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto mengatakan pemerintah sudah menargetkan Net Sink Folu pada 2030 untuk berkontribusi dalam pengendalian perubahan iklim global belakangan ini.
"FOLU [sektor hutan dan penggunaan lahan] menjadi tulang punggung dalam pengendalian perubahan iklim karena yang paling siap," kata Agus melalui keterangan tertulis.
Dia menyatakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan termasuk terkait pengendalian perubahan iklim, telah terbit Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan pelaksananya.
Berdasarkan ketentuan itu, ada kemudahan perizinan sekaligus mendorong pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) untuk tidak hanya fokus pada pemanfaatan kayu, tapi juga pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan dengan skema multiusaha kehutanan.
Baca Juga
Berdasarkan data KLHK, terdapat 567 unit izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dengan luas areal pengelolaan 30,5 juta hektare hingga saat ini. Dia mengatakan 567 unit izin usaha tersebut diharapkan bisa bertransformasi menjadi PBPH dan menerapkan multiusaha kehutanan untuk mendukung pencapaian target Indonesia Net Sink FOLU 2030.
Di sisi lain, Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan multiusaha kehutanan harus dikelola berbasis pengelolaan lanskap ekosistem hutan. Menurut Indroyono langkah itu menjadi hal mendasar untuk mencapai target Net Sink Folu.
“Tantangannya adalah membumikan aksi mitigasi perubahan iklim dengan multiusaha di tingkat tapak," kata Indroyono.
Dia menambahkan multiusaha kehutanan harus diarahkan pada upaya riil untuk menurunkan emisi GRK, misalnya melalui silvikultur intensif, pengkayaan hutan, restorasi gambut, dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Indroyono berharap pengembangan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) bisa dilakukan secara efektif. "NEK menjadi insentif untuk mendorong aksi mitigasi melalui implementasi multiusaha di tingkat tapak," ujarnya.