Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengakui masih terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengembangkan bauran energi baru terbarukan (EBT) di dalam negeri.
Direktur Geothermal Kementerian ESDM Harris Yahya menilai bahwa potensi EBT di Indonesia cukup besar. Akan tetapi, kemampuan untuk pemanfaatannya masih sangat terbatas.
Menurutnya, pembangkit listrik berbasis EBT, seperti tenaga surya dan bayu masih bersifat intermittent atau putus-putus. Artinya, pembangkit listrik jenis itu sangat bergantung pada faktor cuaca, baik matahari maupun angin.
Kemudian, keterbatasan jaringan juga menjadi tantangan tersendiri dalam penyerapan listrik dari pembangkit listrik berbasis EBT. Pembangkit listrik bersih hingga kini juga tidak dapat ditransportasikan ke wilayah lainnya.
“Kemampuan kami terbatas, tetapi permasalahan ini harus diatasi. Lainnya, konsumsi energi mengalami penurunan karena ada kondisi pandemi belum berakhir,” katanya saat webinar, Rabu (22/9/2021).
Penurunan konsumsi tersebut mengakibatkan surplus pasokan listrik dari pembangkit PLN, sehingga setrum dari pembangkit listrik berbasis EBT tidak dapat masuk ke dalam jaringan.
Di sisi lain, investasi untuk EBT juga masih relatif tinggi. Kondisi itu diperparah dengan rendahnya ketertarikan perbankan untuk berinvestasi di bidang EBT.
Pasalnya, bauran energi bersih dinilai masih berisiko tinggi, sehingga perbankan memberikan bunga tinggi untuk proyek energi tersebut.
Meski demikian, Harris menyebut bahwa masih banyak peluang pada pengembangan energi bersih. Energi terbarukan dinilai masih cukup menjanjikan seiring dengan harga produknya yang terus mengalami penurunan.
Selain itu, teknologi pemanfaatan EBT semakin berkembang setiap saat. Beberapa di antaranya seperti energi dari hidrogen dan nuklir skala kecil yang membuat pemanfaatan EBT kian optimal.
Situasi lainnya adalah dukungan finansial yang mulai masuk untuk EBT. Perbankan juga berkomitmen tidak lagi mengguyur dana untuk pembangkit dengan bahan bakar fosil.