Bisnis.com, JAKARTA — Utilisasi industri minuman ringan kembali turun dari tahun lalu. Hal ini seiring dengan permintaan yang turun dan naiknya harga material pendukung, seperti aluminium.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Edy Sutopo mengatakan pada periode Januari–Agustus 2021, utilisasi kapasitas industri berada di angka 61,66 persen, turun dari rata-rata 2020 sebesar 71 persen dan 77,83 persen pada 2019.
"Kalau kita lihat dampak dari pandemi, demand terhadap minuman juga menurun. Pada periode Januari-Agustus 2021 utilisasi turun lagi menjadi 61,66 persen," katanya kepada Bisnis, Selasa (14/9/2021).
Edy menilai utilisasi yang belum kembali ke posisi sebelum pandemi juga harus terbebani dengan naiknya harga material pendukung seperti aluminium.
Di samping itu, operasi produksi di tengah pandemi juga mengharuskan perusahaan menambah biaya sarana prosedur kesehatan, vaksin untuk karyawan, dan pengeluaran lain terkait lainnya.
"Saya kira ini akan membebani ya. Tambahan biaya untuk kemasan aluminium pastinya akan berpengaruh pada unit cost yang makin tinggi," lanjutnya.
Harga aluminium diketahui melonjak hingga US$3.000 per ton di London Metal Exchange (LME), tertinggi dalam 13 tahun. Melansir Bloomberg, harga komoditas tersebut telah naik 14 persen dalam tiga minggu terakhir, dan 48 persen sepanjang tahun ini.
Lonjakan harga disebabkan kemacetan pengapalan dan pemangkasan produksi di China yang tengah berupaya memenuhi tujuan pengurangan intensitas energi.
Terpisah, Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Pridjosoesilo mengatakan kenaikan harga aluminium berdampak terbatas pada industri minuman ringan. Ha ini lantaran aluminium yang merupakan bahan material kemasan kaleng bukan unit penyimpanan stok (stock-keeping unit/SKU) yang utama bagi produsen.
"Umumnya industri minuman siap saji banyak memakai kemasan plastik PET, kemasan karton dan juga cups," katanya kepada Bisnis, Selasa (14/9/2021).