Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Tapering Fed Bakal Berdampak pada Sektor Keuangan RI

Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai tapering Fed terhadap sektor keuangan Indonesia bakal berdampak, khususnya di dua sektor ini.
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut bisa mulai menarik stimulus, atau tapering pada tahun ini seiring dengan pemulihan ekonomi di AS, Jumat (27/8/2021).

Dia menyebut The Fed akan memulai pengurangan pembelian aset tahun ini seiring dengan pengawasan risiko terhadap Covid-19 yang terus berkembang. Sementara untuk suku bunga acuan, akan dilakukan setelah kembalinya perekomian ke tingkat lapangan kerja maksimum dan inflasi ke 2 persen sesuai dengan target The Fed.

Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai tapering Fed terhadap sektor keuangan Indonesia bakal berdampak, khususnya di sektor perbankan dan pasar modal. Menurutnya, penarikan dana likuiditas oleh bank sentral AS akan memiliki transmisi efek yang cepat.

“Belajar dari taper tantrum 2013 stabilitas sektor keuangan yang harus benar benar diantisipasi apabila terjadi arus dana keluar dalam jumlah besar,” kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (31/8/2021).

Tidak hanya itu, Bhima mengatakan dampak tapering bisa mengarah ke impor. Menurutnya, tapering bisa berdampak ke imported inflation akibat pelemahan kurs rupiah yang bisa mempengaruhi biaya bahan baku dan barang modal impor. Sehingga, inflasi karena impor memaksa pelaku usaha menjual barang dengan harga lebih mahal, padahal situasi daya beli masih dalam tahap pemulihan dari pandemi.

Selanjutnya, imported inflation yang dipicu oleh tapering juga berisiko terhadap naiknya harga barang kebutuhan pokok.

“Misalnya soal pangan, konten impor di beberapa produk seperti daging sapi, gula, jagung dan gandum cukup tinggi jadi sangat sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” jelasnya.

Selain itu, sektor konstruksi dan perumahan berisiko terdampak kebijakan moneter AS tersebut, sebab suku bunga pinjaman yang lebih mahal dan biaya bahan material impor yang naik.

Meski begitu, Bhima menjelaskan terdapat sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak tapering. Pertama, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter di Indonesia perlu melakukan stress test untuk menguji ketahanan Indonesia terhadap dampak tapering.

“BI sudah cukup baik melakukan stress test pada sektor keuangan sebagai langkah antisipasi,” kata Bhima.

Kedua, dia menilai perlunya devisa hasil ekspor (DHE) untuk didorong agar dikonversi lebih besar ke rupiah. Ketiga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan perlu meningkatkan penyaluran kredit ke sektor riil selagi suku bunga masih berada di level terendah. Pasalnya, Bhima menilai kebijakan moneter BI di tahun depan bisa berbeda, di mana suku bunga acuan kemungkinan naik untuk merespon tapering.

Keempat, perlunya percepatan realisasi investasi langsung karena bisa menjadi buffer dari keluarnya dana asing di portofolio.

“Kalau investor bangun pabrik dalam jangka panjang maka volatilitas keluar masuknya dana asing bisa dimitigasi,” pungkas Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper