Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan usaha sektor perhotelan di segmen bintang 5 dikatakan masih berada di fase sulit. Terkait dengan hal itu, hotel-hotel di segmen tersebut pun disebut memiliki sejumlah kecenderungan dalam menjalani kompetisi pada masa pemulihan ini.
Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai pasar yang lebih sempit dibandingkan dengan segmen lainnya membuat persaingan usaha di segmen hotel bintang 5 menjadi lebih sulit.
"Jadi, belum tahu pasti strategi apa yang paling jitu bagi perhotelan di segmen ini karena masih menunggu membaiknya kondisi," ujar Hariyadi dalam konferensi pers daring, Senin (30/8/2021).
Hotel-hotel bintang 5 saat ini, lanjut Hariyadi, pada umumnya menerapkan dua strategi dalam menghadapi kompetisi. Pertama, hotel cenderung melakukan penurunan harga layanan. Kedua, sambungnya, yakni mengecilkan kapasitas layanan kamar yang dijual.
Adapun, penurunan harga kamar yang dilakukan di sektor perhotelan memang sangat signifikan. Pada momen peak season saja, PHRI mencatat harga rerata per kamar hotel masih di bawah 30-40 persen dari harga rata-rata dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.
Hal tersebut dilakukan oleh sektor perhotelan untuk mengejar break event poin (BEP) karena masih berada di mode survival di tengah tingkat okupansi yang masih belum beranjak dari level 30 persenan.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat okupansi hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Juni 2021 masih berada level 38,55 persen. Pada periode yang sama dua tahun lalu, tingkat okupansi hotel di Indonesia mencapai angka 52,27 persen.
Kendati demikian, Hariyadi menyebut hotel-hotel bintang 5 memiliki keunikan yang bisa menjadi senjata dalam melewati masa pemulihan pandemi. Hotel bintang 5, jelasnya, memiliki basis kostumer yang berbeda dari segmen lain serta para konsumen loyal.