Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan terdapat indikasi adanya niat pemerintah untuk melakukan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.
Menurut Bhima, hal tersebut terindikasi dari Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), yang menjadi salah satu dari tujuh RUU yang akan diselesaikan pada masa persidangan I DPR 2021-2022.
“Pasal 37 terindikasi akan adanya Tax Amnesty jilid ke-2 yang ingin dilakukan pemerintah. Rujukan pasal per pasal ke UU Pengampunan Pajak 2016 jadi indikasi kuat adanya pengampunan kembali,” tutur Bhima kepada Bisnis, Senin (23/8/2021).
Bhima menilai jika pemerintah terlalu sering menerapkan kebijakan ini, tingkat kepercayaan wajib pajak (WP) justru bisa semakin turun.
“Sekali diberi tax amnesty, maka wajib pajak yang nakal akan menunggu tax amnesty berikutnya. Ini kontraproduktif terhadap komitmen pasca tax amnesty untuk menegakkan kepatuhan pajak bagi wajib pajak yang tidak memanfaatkan tax amnesty 2016 lalu,” jelasnya.
Di sisi lain, Bhima mendukung pemerintah untuk melakukan reformasi perpajakan salah satunya melalui RUU KUP. Menurutnya, tujuan dari reformasi pajak yang ideal adalah untuk meningkatkan kepatuhan WP besar, yang sudah diberikan fasilitas tax amnesty lima tahun sebelumnya, namun belum berkontribusi signifikan pada penerimaan pajak.
Baca Juga
Untuk meningkatkan penerimaan pajak, Bhima mendukung kenaikan tarif PPh orang pribadi (OP) yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar, penerapan alternative minimum tax (AMT) atau pajak minimum untuk WP badan yang memiliki PPh terutang tidak melebihi 1 persen dari penghasilan bruto, perluasan cukai untuk produk yang berdampak bagi kesehatan, serta pajak karbon.