Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memangkas outlook penerimaan pajak pada 2021 setelah rilis pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II/2021 menunjukkan kinerja positif. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah pesimistis dalam mempertahankan tren pemulihan ekonomi ke depannya.
Berdasarkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2021, target penerimaan pajak pada tahun ini mencapai Rp1.229,6 triliun. Adapun pada Juli lalu, otoritas fiskal merilis outlook penerimaan pajak hingga pengujung tahun yakni senilai Rp1.176,3 triliun atau naik 9,7 persen dibandingkan dengan capaian pada tahun lalu yang sebesar Rp1.072,1 triliun.
Outlook tersebut setara dengan 95,7 persen dari target pungutan pajak yang tertuang dalam APBN 2021. Kemudian, pada awal pekan ini pemerintah merevisi ke bawah outlook penerimaan pajak menjadi Rp1.142,5 triliun atau hanya tumbuh 6,5 persen dibandingkan dengan capaian tahun lalu, dan setara dengan 92,9 persen dari target APBN 2021.
"Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 yang menyebabkan kontraksi baik di sisi perekonomian global maupun domestik berpengaruh pada menurunnya penerimaan perpajakan," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan Beserta RAPBN 2022 yang dikutip Bisnis, Rabu (18/8).
Persoalannya, kendati outlook penerimaan pajak dipangkas, peluang untuk merealisasikan target itu sangat kecil. Pasalnya, ekonomi pada kuartal III/2021 diperkirakan kembali tertekan sejalan dengan implementasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara ketat.
Sejumlah pakar pajak pun meragukan target pemerintah tersebut. Angka pertumbuhan 6,5 persen dianggap masih cukup optimistis di tengah seretnya roda perekonomian yang berdampak pada setoran pajak.
Baca Juga
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, menimbang kondisi yang penuh dengan tekanan, penerimaan pajak tidak akan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. "Dengan asumsi ekonomi bakal tumbuh 4,9 persen pada 2021, hitungan saya penerimaan pajak hanya akan tumbuh 2,6 persen," kata dia.
Menurut dia, kinerja penerimaan pajak sebenarnya telah membaik pada kuartal II/2021. Akan tetapi pada Juli terjadi ledakan varian Delta sehingga pergerakan ekonomi harus dikurangi. Hal ini akan memukul setoran pajak pada kuartal III/2021.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menambahkan outlook terbaru pemerintah tersebut sejalan dengan proyeksi mereka. Artinya, penerimaan pajak pada tahun ini akan tumbuh di kisaran 6,5 persen—12 persen dibandingkan dengan capaian pada tahun lalu, atau sekitar Rp1.139,6 triliun—Rp1.198,4 triliun.
Namun demikian dengan tekanan ekonomi yang cukup berat, potensi untuk mencapai target batas bawah sebesar 6,5 persen tersebut masih cukup menantang. "Dengan adanya prospek tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh merebaknya pandemi Covid-19, ada kemungkinan rentangnya [penerimaan pajak] akan kian menurun," kata Bawono.
Adapun, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menyatakan, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen dan inflasi di angka 3 persen, idealnya pertumbuhan alamiah pajak sekitar 8 persen.
Hal itu pun dengan memperhitungkan upaya ekstra oleh otoritas pajak. "Tapi sepertinya dalam jangka pendek, penerimaan pajak sepertinya masih sulit untuk tumbuh tinggi atau mencapai target," ujarnya.
Menurutnya, sempitnya ruang untuk merealisasikan target itu disebabkan oleh efek pandemi dan krisis yang diperkirakan masih menghambat setoran pajak, faktor insentif atau stimulus, dan penurunan tarif pajak.
Sementara itu, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya guna meningkatkan penerimaan pajak.
Salah satu strategi yang tengah disiapkan adalah melakukan reformasi perpajakan, termasuk dari sisi teknologi informasi untuk menggali potensi penerimaan sejalan dengan perkembangan digital.
"Penggalian potensi pajak ke depan berbasis pada data digital. Reformasi perpajakan mencakup banyak aspek, termasuk teknologi informasi dan pembenahan sistem administrasi perpajakan," jelas Suryo.
Menurut dia, otoritas pajak akan adaptif terhadap perkembangan teknologi untuk meminimalisasi celah pelanggaran yang berisiko menggerus potensi penerimaan.