Bisnis.com, JAKARTA — Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dinilai berpotensi membebani kondisi fiskal tahun depan. Intervensi kas negara bahkan dinilai diperlukan pada 2023 jika masih terdapat dampak pandemi Covid-19.
Hal tersebut tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2022. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa program JKP yang dimulai pada tahun ini dapat memengaruhi risiko fiskal tahun depan.
Program JKP tidak membebankan iuran tambahan bagi para peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK. Sumber pendanaan program itu berasal dari dana program-program jaminan sosial ketenagakerjaan lainnya.
BPJAMSOSTEK bertugas untuk mengelola dan mengembangkan dana awal dari rekomposisi iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Terdapat pula porsi dana awal dari pemerintah, tetapi alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) senilai Rp6 triliun ini belum direalisasikan sehingga dana JKP belum dapat diinvestasikan.
"Dengan kondisi seperti ini, pada 2022, dana program akan tergerus untuk membayar manfaat program JKP kepada peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja [PHK]," tertulis dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2022 yang dikutip Bisnis pada Senin (16/8/2021).
Pemerintah pun memproyeksikan dana program berpotensi semakin insolvent apabila tidak ada kendali dalam pendanaan manfaat pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Selain itu, dalam dokumen tersebut tertulis bahwa potensi risiko fiskal terhadap ketahanan dana program diproyeksikan timbul dari rekomposisi iuran JKK dan JKm yang tidak tercapai sesuai target. Lalu, masifnya PHK sebagai dampak pandemi Covid-19 pun akan memperbesar risiko.
"Dalam hal dampak tersebut berlanjut, diproyeksikan pada 2023 perlu ada intervensi dari APBN untuk menyehatkan dana program JKP," tertulis dalam dokumen itu.
Apabila kondisi ekonomi Indonesia mengalami pemulihan dari dampak pandemi Covid-19, potensi risiko fiskal dalam jangka menengah diproyeksikan akan mengecil. Hal tersebut karena iuran JKK dan JKm dapat terakumulasi lebih besar, sehingga imbal hasil pengembangan dana lebih tinggi dan klaim peserta dapat menurun.
"Namun, apabila recovery perekonomian tidak kunjung terjadi, deviasi risiko fiskal dalam jangka pendek dan menengah akan melebar," tertulis dalam dokumen tersebut.
Adapun, pelaksanaan program JKP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 37/2021 tentang Penyelenggaraan Porgam JKP sebagai amanat dari Undang-Undang 11/2021 tentang Cipta Kerja.