Bisnis.com, JAKARTA - Mantan menteri keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Chatib Basri mengungkapkan semua pihak harus mengantisipasi kemungkinan penurunan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2021 yang ditimbulkan akibat PPKM.
“Kita harus antisipasi mungkin kuartal III pertumbuhan ekonomi akan turun lagi karena adanya restriksi pemerintah. Implikasinya pemulihan tidak mungkin dijalankan jika pandemi tidak diatasi,” ujar Chatib.
Chatib juga mengungkapkan pola pemulihan ekonomi yang terjadi di negara maju dan berkembang berbeda. Negara maju dengan akses vaksin yang lebih cepat dan protokol kesehatan ketat biasanya memiliki pola pemulihan ekonomi V Shape atau slope.
“Ada perbedaan pemulihan ekonomi negara maju yang memiliki akses vaksin dengan negara berkembang atau yang tidak menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Negara maju yang menjalankan protokol kesehatan ketat, pemulihan ekonomi membentuk shape berbentuk V,” ujar Chatib.
Sementara itu untuk negara berkembang yang umumnya memiliki masalah terhadap akses vaksinasi dan protokol kesehatan, pola pemulihan ekonominya membentuk huruf L, swoosh atau seperti logo Nike, atau W. Pola L memungkinkan suatu negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang stagnan.
Sedangkan untuk swoosh, pola pemulihan ekonomi suatu negara melandai atau turun, kemudian meningkat kembali, namun lambat. Adapun untuk pola W, biasanya negara mengalami pemulihan ekonomi dengan kurva pertumbuhan yang sempat meningkat, namun kembali menurun dan selanjutnya naik lagi.
Baca Juga
Pola ini diperkirakan terjadi di Indonesia yang pada kuartal II berhasil mengejar pertumbuhan positif 7,07 persen sehingga negara keluar dari jurang resesi.
Namun, ancaman pemulihan ekonomi masih akan terjadi pada kuartal III karena adanya peningkatan kasus Covid-19 akibat munculnya varian baru Corona delta.
Di tengah ancaman pelemahan ekonomi pada kuartal III, Chatib Basri berujar pemerintah harus memberikan jaminan bantuan sosial kepada 160 juta penduduk atau 40 juta keluarga. Nilai bansos pun semestinya diperbesar dari Rp 300.000 menjadi Rp 1-1,5 juta dengan total kebutuhan anggaran Rp 180 triliun untuk tiga bulan.