Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai sektor otomotif akan kembali sulit menjadi pendorong kinerja pertumbuhan manufaktur pada dua kuartal terakhir tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor otomotif yang masuk dalam kategori alat angkutan per kuartal II/2021 lalu mencatatkan pertumbuhan hingga 45,7 persen didukung peningkatan penjualan karena adanya insentif diskon pajak.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan otomotif memang menanjak pada bulan kelima kemarin, baik dari sisi produksi yang sudah hampir menyentuh periode yang sama dengan 2019 maupun dari sisi penjualan yang sedikit di bawah 2019.
Namun, PPKM saat ini cukup mengubah ekspektasi dan tentu faktor daya beli yang melambat maka akan membuat sektor otomotif pertumbuhannya tidak akan sebesar pada semester I/2021 lalu.
"Jadi selain sektor kimia, farmasi, dan plastik yang seharusnya masih bisa tumbuh double digit, tentu memang diharapkan dari sektor makanan dan minuman [mamin] sebagai kontribusi 17-20 persen pada industri manufaktur," katanya dalam diskusi virtual Indef, Jumat (6/8/2021).
Andry menyebut secara keseluruhan pengendalian pandemi hingga periode akhir Agustus ini akan menjadi penentu, di mana jika masih tidak bisa dikendalikan maka pertumbuhan ekonomi akan di bawah ekspektasi.
Baca Juga
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah menargetkan manufaktur tahun ini tumbuh positif di sisa kuartal tahun ini Dengan proyeksi kuartal III/2021 akan tumbuh 3-4 persen dan kuartal IV/2021 tumbuh 4-5 persen.
Agus mengatakan upaya pemerintah dalam peningkatan produktivitas sektor manufaktur antara lain adalah pemberian Izin Opersional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) kepada perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri.
Kebijakan lainnya adalah implementasi Kebijakan Harga Gas untuk Industri US$6 per MMBTU. Kebijakan ini terbukti mampu meningkatkan utilisasi industri, mempertahankan tenaga kerja, dan diperkirakan akan mampu meningkatkan investasi hingga Rp192 Triliun.
Untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri, Kemenperin juga mendorong kebijakan Program Peningkatan Penguatan Produk Dalam Negeri (P3DN). Saat ini sudah terdapat 13.456 produk industri dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 25 persen yang masih berlaku sertifikatnya.
Adapula kebijakan ini sejalan dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mendorong penguatan industri dalam negeri.
"Selanjutnya, kebijakan subtitusi impor 35% pada tahun 2022 yang bertujuan menurunkan impor pada industri dengan nilai impor besar, simultan dengan peningkatan utilisasi produski seluruh sektor industri pengolahan. Substitusi impor juga menyasar peningkatan investasi industri, baik investasi baru maupun perluasan, untuk produk bahan baku dan penolong, serta barang modal," kata Agus.