Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengapresiasi Kementerian Perdagangan atas pembebasan bea dumping yang sudah 11 tahun dikenakan.
Adapun Directorate General of Trade Remedies (DGTR) India melalui Final Finding F. No. 7/03/2021 yang diterbitkan pada 31 Juli lalu merekomendasikan untuk tidak lagi mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk serat rayon atau viscose fiber asal Indonesia.
Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang mewakili empat perusahaan produsen viscose fiber dalam negeri pun mengapresiasi Menteri Perdagangan dan jajarannya yang selama ini berhasil meyakinkan otoritas India.
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan Kemendag dan Atase Perdagangan di New Delhi berhasil meyakinkan otoritas India bahwa tuduhan-tuduhan untuk produk Indonesia tidak berdasar dan sudah saatnya untuk segera dicabut.
"Kami ucapan terima kasih kepada jajaran di Kementerian Perdagangan sehingga BMAD viscose fiber asal Indonesia yang sudah diberlakukan selama 11 tahun bisa dihentikan," katanya melalui siaran pers, Jumat (6/8/2021).
Redma menjelaskan pihaknya selalu menjungjung tinggi asas keadilan dalam melakukan perdagangan dengan negara manapun.
Baca Juga
Menurutnya dengan lobi serta argumen data yang kuat dari pemerintah disertai dukungan dari para wakil dari produsen serat viscose dalam negeri, akhirnya otoritas India tidak mengabulkan permohonan sunset review BMAD viscose fiber yang diajukan industri dalam negerinya.
"Ini untuk kesekian kalinya Kemendag berhasil mengamankan perdagangan produk Indonesia dari tuduhan trade remedies di negara importir," ujar Redam.
Direktur PT Asia Pasific Rayon (APR) Basrie Kamba menambahkan kapasitas produksi viscose di dalam negeri pada dasarnya diprioritaskan untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Namun mengamankan pasar ekspor juga sangat penting, dimana total ekspor viscose fiber Indonesia setiap tahunnya sekitar US$400 juta.
"APR yang sedang meningkatkan kapasitasnya dari saat ini 240.000 ton per tahun menjadi 600.000/tahun pada 2023 sangat berterima kasih kepada seluruh jajaran Kemendag atas keberhasilan ini yang tentunya akan meningkatkan devisa negara khususnya dari sektor bahan baku tekstil,” kata Basrie.
Direktur Keuangan PT South Pacific Viscose (SPV) Rahadian Ratmawijaya menyebut India merupakan pasar yang sangat penting bagi viscose Indonesia sehingga keputusan ini akan sangat membantu produsen viscose fiber di Indonesia untuk mengamankan pasar ekspor.
"Kapasitas produksi pemintalan di India mencapai lebih dari 40 juta mata pintal atau 4 kali lipat dibandingkan Indonesia, sehingga kebutuhan viscose fibernya sangat besar," ujarnya.