Bisnis.com, JAKARTA – PT Pelabuhan Patimban Internasional (PPI), sebagai entitas bisnis yang secara resmi ditunjuk mengelola Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat, diminta untuk lebih transparan menyampaikan hasil perundingan dalam pembentukan konsorsium bersama dengan perusahaan Jepang.
Direktur Eksekutif The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menjelaskan karena telah ditunjuk sebagai badan usaha yang bakal mengoperasikan Pelabuhan Patimban, PPI bertanggung jawab untuk transparan.
Apalagi penandatanganan perjanjian pelimpahan tanggung jawab kepada PPI juga telah dilakukan bersama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Perundingan bisnis pun dijalankan langsung oleh PPI.
“Seharusnya PT PPI juga lebih banyak berbicara kepada publik. Jangan sembunyi dan memakai mulut orang lain. Supaya pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya bisa diketahui oleh publik,” katanya, Rabu (4/8/2021).
Sebelumnya, Siswanto juga mengingatkan telah terjadinya perubahan status hukum perusahaan pengelola Pelabuhan Patimban dari yang awalnya konsorsium menjadi badan hukum dalam bentuk PPI tersebut.
Menurutnya dengan situasi legal tersebut jelas akan berimplikasi terhadap komposisi saham masing-masing perusahaan pendiri PPI. Hal yang lebih penting lagi, kata dia, adalah masalah tanggung jawab bilamana terjadi masalah hukum maupun lainnya.
Baca Juga
Siswanto menjelaskan Pelabuhan Patimban merupakan proyek pembangunan infrastruktur maritim yang didanai oleh pinjaman Jepang dengan skema G-to-G (government-to-government).
Adapun komposisi masing-masing negara di dalam perusahaan operator pelabuhan adalah 51 persen Indonesia dan 49 persen dari Jepang. Namun, kata dia, sejauh ini tidak terlihat mitra Jepang terlibat di dalamnya.
"Patimban inikan skemanya G-to-G. Hanya saja, pihak Jepang sepertinya belum terwakili dalam perusahaan yang didirikan oleh konsorsium CT Corp. Saham Merah Putih sebanyak 51 persen itu bisa saja dipegang oleh PT PPI. Nah, sisa 49 persen milik Jepang tapi Jepangnya nanti dimana?" tanyanya,
Menurutnya ketidakjelasan terhadap posisi Jepang ini rawan menjadi masalah ke-depannya. Meski telah diresmikan oleh Kemenhub sebagai operator Pelabuhan Patimban, dia menyayangkan PTPPI besutan konsorsium CT Corp Infrastruktur Indonesia, Indika Logistic & Support Services, U Connectivity Services dan Terminal Petikemas Surabaya itu belum langsung menjalankan operasional pelabuhan sehari-hari.
Tugas ini untuk sementara dijalankan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III yang belum jelas sampai kapan.
Terkait berbelitnya pola kerja sama para pihak yang mengelola pelabuhan tersebut, dia juga menilai sebagai sebuah upaya, apa yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan pemerintah di muka sah-sah saja. Hanya saja, tekannya, perlu memperhatikan pula aspek transparansi dan hukumnya.
Pasalnya, dua hal ini akan menimbulkan banyak implikasi dalam keberlanjutan usaha kepelabuhanan di Patimban kelak.
Dia juga menyinggung masalah dana pengadaan fasilitas suprastruktur seperti crane peti kemas dan lainya. Pertanyaannya, dananya dari mana. Apakah dari CT Corp, U Connectivity, Indika atau bersama, atau bahkan mencari pihak ketiga dalam hal ini perbankan untuk menghimpun dana.
Bila nanti melibatkan pihak ketiga atau perbankan dalam penyiapan dana, Siswanto melihat teknis di lapangan akan berubah dan berimplikasi besar dalam operasional usaha Pelabuhan Patimban.
“Dari rumitnya jalinan aspek legal Pelabuhan Patimban, jangan sampai ada kasus nantinya. Pelabuhan ini memakai pinjaman luar negeri sehingga prosesnya harus akuntabel,” tegasnya.