Bisnis.com,JAKARTA- Untuk kali pertamanya defisit perdagangan antara Indonesia dan China mencapai minus US$3,19 miliar. Hal ini seperti disampaikan Menteri Perdagangan M. Luthfi dalam kegiatan Dialog EKonomi Bersama Menteri Perdagangan, Kamis (5/8/2021).
M. Luthfi membenarkan bahwa untuk kali pertamanya defisit perdagangan antara keduanya menjadi begitu sempit setelah Indonesia melakukan strategi hilirisasi komoditas mineral yakni yakni HS 72 produk besi dan baja.
Selain itu, market yang besar turut memoles Indonesia menjadi tujuan investasi bagi pelaku usaha dan menjadikan sektor otomotif sebagai barang pendongkrak ekspor nomor 5 setelah batu bara, minyak CPO, besi serta elektronik.
Adapun transaksi perdagangan dengan Uni Eropa surplus US$4,5 miliar pada tahun ini. Surplus ini ditopang oleh surplus di 3 negara utama mitra perdagangan di Eropa yakni Belanda surplus US$1,67 miliar setelah tahun lalu surplus US$2,5 miliar. Negara lainnya yakni Spanyol surplus US$800 juta dan Italia, surplus US$200 juta.
Pengamat Ekonomi, M. Chatib Basti mengatakan bahwa capaian ini merupakan prestasi yang luar biasa karena Indonesia bisa manfaatkan pemuliahan yang terjadi di AS dan di China untuk mengejar defisit transaksi perdagangan.
“Kedua, ini sesuatu yang menurut saya juga mengejutkan karena share trade terhadap GDP kita relatif kecil dibandingkan negara seperti Jepang dan China tapi kontribusi ekspor pertumbuhannya tinggi. Walau share relatif kecil pertumbuhan ekspor tinggi sekali dan ini momentum harus dipertahankan,” tuturnya.
Baca Juga
Cara untuk mempertahankan capaian itu menurutnya dengan melakukan diversifikasi baik dari jenis komoditas dan produk yang diekspor serta negara tujuan.
Pasalnya, jika Indonesia hanya berkonsentrasi ke produk tertentu, ketika harga komoditas jatuh atau terjadi gejolak pada negara tujuan ekspor, maka akan berdampak besar bagi perekonomian Indonesia.
“Diversifikasi produk dan negara tujuan itu penting. Walau ekonomi terbuka, risiko volatilitas bisa kita atasi,” tambahnya.