Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Targetkan Kembali Naik ke Upper Middle Income di 2023

Sebelumnya, Indonesia sempat naik tingkat ke upper middle income di 2019, namun kembali turun ke lower middle income akibat kontraksi ekonomi di 2020, yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Bisnis/Abdullah Azzam
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menargetkan Indonesia bisa kembali menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) di 2023.

Sebelumnya, Indonesia sempat naik tingkat ke upper middle income di 2019, namun kembali turun ke lower middle income akibat kontraksi ekonomi di 2020, yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

“Kemarin kita sudah masuk ke upper middle income, tapi sekarang kita kembali lagi ke lower middle income. Mudah-mudahan tahun depan atau 2023 kita akan kembali ke upper middle income,” jelas Suharso pada diskusi virtual 50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi: CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045, Rabu (4/8/2021).

Meski begitu, Suharso menekankan bahwa agenda utama Indonesia adalah untuk keluar dari jebakan kelas menengah (middle income trap) di 2045. Sebelum pandemi Covid-19, Indonesia ditargetkan keluar dari middle income trap sembilan tahun lebih awal yaitu di 2036.

Adapun, syarat untuk menjadi negara maju atau keluar dari middle income trap di 2045 adalah rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen serta PDB riil per kapita 5 persen dalam kurun waktu 2015-2045.

Sementara, pada 2045 Indonesia nantinya ditargetkan memiliki PDB terbesar kelima sebesar US$7,4 triliun.

Meski begitu, Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini menilai Indonesia akan mengalami kesulitan untuk keluar dari middle income trap sesuai waktu yang ditargetkan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh ekonomi Indonesia yang belum inklusif, dan fluktuasi pertumbuhan dari waktu ke waktu.

Hendri mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu mengalami penurunan. Dari tahun 1968 hingga akhir tahun 1970-an, Hendri menyebut rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7,5 persen. Angka tersebut turun lagi pada periode tahun 1980-an hingga 1996, menjadi 6,4 persen.

Lalu, pada tahun 2000-an hingga saat ini, rata-rata pertumbuhan Indonesia turun lagi menjadi sekitar 5,2 persen. Bahkan, saat pandemi Covid-19 terjadi di 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar 2,07 persen.

“Kalau kita bicara inclusive growth, dan kita menghadapi kondisi seperti ini, untuk menuju 2045 yang hanya tinggal 25 tahun, menurut saya ini adalah PR besar. Artinya, kita tidak mungkin mencapai Indonesia emas, atau negara maju dengan US$12.000 per kapita, dengan kondisi yang seperti ini,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper