Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Andalkan Data BPJS Ketenagakerjaan, OPSI: Penyaluran BSU Bisa Meleset

Pemerintah diharapkan bisa lebih proaktif dalam mengumpulkan data pekerja yang benar-benar terdampak menggunakan perangkat yang tersedia.
Sejumlah pegawai PT Kahatex berjalan keluar kawasan pabrik di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (17/6/2020). Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, per 27 Mei 2020 sebanyak 3.066.567 pekerja dikenai pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Sejumlah pegawai PT Kahatex berjalan keluar kawasan pabrik di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (17/6/2020). Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, per 27 Mei 2020 sebanyak 3.066.567 pekerja dikenai pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA – Penyaluran bantuan subsidi upah dinilai bisa lebih efektif, tepat sasaran, dan efisien jika Kementerian Ketenagakerjaan melakukan pengumpulan data secara langsung dan tidak hanya mengandalkan data BPJS Ketenagakerjaan.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan pekerja terdampak pandemi di Tanah Air jumlahnya diestimasi tidak sampai 8 juta orang jika pengawas ketenagakerjaan melakukan pendataan secara langsung.

"Menurut perkiraan OPSI, kalau Kemenaker mendata langsung, jumlah tenaga kerja terdampak selama PPKM mungkin hanya separuh dari 8 juta orang yang ditargetkan. Selain penyaluran lebih tepat sasaran karena pemerintah akan mendapatkan data primer, penggunaan anggaran juga bisa lebih efisien," kata Timboel, Kamis (22/7/2021).

Dengan kata lain, sambungnya, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi gaji hanya diperlukan separuhnya, atau Rp4 triliun. Alhasil, sisa dana bisa digunakan jika pemerintah nantinya masih harus menyalurkan subsidi upah kepada tenaga kerja terdampak.

Dia menambahkan penggunaan data BPJS Ketenagakerjaan secara tunggal dengan acuan gaji di bawah Rp3,5 juta tidak menjamin penyaluran subsidi upah tepat sasaran. Sebab, jumlah gaji pokok karyawan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan bisa berbeda dengan besaran take home pay.

Artinya, pekerja yang terdaftar memiliki gaji pokok Rp3,5 juta di BPJS Ketenagakerjaan belum tentu terdampak secara pendapatan akibat pelaksanaan PPKM. Pemerintah pun diminta untuk lebih cermat dalam mengumpulkan data pekerja terdampak.

Selain itu, di luar data BPJS Ketenagakerjaan, jika pemerintah menyalurkan subsidi upah menggunakan acuan gaji Rp3,5 juta, pekerja dengan besaran gaji tersebut jumlahnya saat ini bisa mencapai 16-20 juta orang.

Dengan jumlah tersebut, maka anggaran subsidi upah yang ditetapkan pemerintah senilai Rp8 triliun bisa dikatakan tidak cukup untuk dapat mencakup seluruh pekerja di Tanah Air.

Pemerintah pun diharapkan bisa lebih proaktif dalam mengumpulkan data pekerja yang benar-benar terdampak menggunakan perangkat yang tersedia. Dengan demikian, pemerintah bisa memeroleh data primer yang kemudian disimpan di database Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker).

"Pemerintah mestinya mengumpulkan data pekerja terdampak sejak menyalurkan subsidi upah tahun lalu, sehingga tahun ini harusnya sudah ada data primer di Sisnaker. Jadi, penyaluran bukan berdasarkan gaji, tapi benar-benar berdasarkan dampak yang dirasakan pekerja," tegasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper