Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hentikan APBN Makin Tekor, Pengamat: Potong Anggaran Infrastruktur!

Pemerintah diizinkan melalui Undang-undang No.2/2020 untuk melakukan belanja hingga menembus batas defisit 3 persen. Akan tetapi kelonggaran ini hanya sampai 2023.
Menkeu Sri Mulyani blusukan ke Pasar Santa, Kebayoran untuk bertemu pedagang sekaligus menjelaskan soal pajak sembako/IG: @smindrawati
Menkeu Sri Mulyani blusukan ke Pasar Santa, Kebayoran untuk bertemu pedagang sekaligus menjelaskan soal pajak sembako/IG: @smindrawati

Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan ekonom menilai upaya pemerintah mengembalikan angka defisit APBN hingga level di bawah 3 persen pada 2023 seperti amanat undang-undang No. 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 tidak akan mudah.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pengetatan akan sulit karena banyak anggaran yang menyasar perlindungan sosial.

“Masih banyak kelas menengah dan bawah yang membutuhkan bantuan pemerintah,” katanya kepada Bisnis, Minggu (27/6/2021).

Untuk itu, agar target pengetatan belanja sesuai amanat undang-undang, dia menyarankan pemerintah memangkas belanja infrastruktur dan belanja birokrasi.

“Yang dihemat [memberi dampak] signifikan adalah belanja seperti proyek infrastruktur dan belanja birokrasi,” jelasnya.

Kemudian, dari sisi kebijakan penerimaan perpajakan, dia menilai pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak bagi wajib pajak orang kaya alih-alih meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako yang sempat menimbulkan polemik.

“Kejar wajib pajak kakap yang melakukan penghindaran pajak lintas negara, kantornya di Jakarta, tapi rekeningnya di Panama atau surga pajak, rasio pajaknya bisa menaikkan dan tidak menyedot likuiditas di masyarakat,” ujarnya.

Di sisi lain, waacana tapering off atau penarikan stimulus oleh the Fed, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), dikhawatirkan akan memberikan efek yang besar terhadap beban utang pemerintah.

Bhima menjelaskan tapering off oleh the Fed berisiko menyebabkan keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan domestik atau capital outflow.

Dengan demikian, pemerintah harus meningkatkan suku bunga pinjaman untuk tetap menarik investor global. Dia pun memperkirakan imbal hasil surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun berpotensi meningkat hingga 10 persen.

Menurutnya, kondisi ini juga akan menjadi beban bagi pemerintah dalam menurunkan target angka defisit menjadi 3 persen pada 2023.

“Bunga untuk SBN tenor 10 tahun diperkirakan naik hingga 10 persen pada saat tapering off dilakukan. Konsekuensinya maka beban pembayaran kewajiban bunga utang naik signifikan".

Sebagai gambaran, berdasarkan UU No. 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19, angka defisit di atas 3 persen hanya diperbolehkan hingga 2022.

Pada 2020, defisit APBN tercatat mencapai 6,09 persen. Tahun ini pun, batas maksimum angka defisit ditetapkan sebesar 5,7 persen.

Per Mei 2021, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit APBN telah mencapai Rp219,3 triliun atau setara dengan 1,32 persen dari PDB. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, posisi defisit pada Mei 2021 mengalami kenaikan sebesar 22,24 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper