Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPKM Mikro Diperketat, 400.000 Pekerja Ritel Terancam Dirumahkan

Pengetatan PPKM ini akan berdampak terhadap daya beli masyarakat yang pada ujungnya memengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga sebagai salah satu kontributor pertumbuhan ekonomi.
Salah satu gerai di pusat perbelanjaan FX Sudirman Jakarta./Instagram @fxsudirman
Salah satu gerai di pusat perbelanjaan FX Sudirman Jakarta./Instagram @fxsudirman

Bisnis.com, JAKARTA – Berkurangnya jam operasional tempat-tempat usaha setelah pemerintah memperketat penerapan PPKM menjadi kabar buruk bagi tenaga kerja di sektor ritel.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan perusahaan ritel mau tidak mau akan merumahkan sebagian tenaga kerja. Dia pun memperkirakan sebanyak 10 - 15 persen dari total 2 juta tenaga kerja sektor ritel akan dirumahkan dalam beberapa bulan ke depan.

"Kita akan merumahkan tenaga kerja. Sebab, pembatasan jam operasional juga mengurangi jam kerja karyawan. Sekitar 10 - 15 persen pasti berkurang. Terutama, apabila pengetatan dilakukan lebih ekstrim di sejumlah provinsi," ujar Roy, Senin (21/6/2021).

Estimasi tenaga kerja di sektor ritel yang akan dirumahkan sebagai akibat dari pemberlakukan PPKM masih di bawah angka sepanjang tahun lalu. Roy mengatakan jumlah tenaga kerja di perusahaan-perusahaan ritel yang dirumahkan tahun lalu sekitar 25-30 persen dari total.

Namun, mulai Maret 2021 pelaku usaha ritel melakukan pemanggilan kembali seiring dengan membaiknya kondisi di sektor tersebut terindikasi dari indeks penjualan riil (IPR) Bank Indonesia yang membaik dari -17,1 persen menjadi 9,8 persen periode Maret - Mei 2021.

Dengan dirumahkannya sebagian dari tenaga kerja di sektor ritel, lanjut Roy, maka juga akan dilakukan pemotongan gaji dengan kisaran 40-50 persen terhadap karyawan yang dirumahkan.

Roy berpendapat pengetatan PPKM ini akan berdampak terhadap daya beli masyarakat yang pada ujungnya memengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga sebagai salah satu kontributor terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Untuk itu, kami menjaga jangan sampai gelombang kedua ini, yang diperkirakan berlangsung satu kuartal ke depan, memupuskan harapan pertumbuhan ekonomi karena konsumsi rumah tangga yang berasal dari sektor ritel dimatikan," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper