Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Dagang Bisa Tergerus Akibat Taper Tantrum

menyarankan pelaku usaha untuk melakukan hedging sebagai antisipasi kerugian akibat selisih kurs.
Petugas dibantu alat berat memindahan kontainer dari kapal ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa (17/5). JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya
Petugas dibantu alat berat memindahan kontainer dari kapal ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa (17/5). JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan rupiah yang berisiko terjadi jika Amerika Serikat memulai kebijakan tapering off dinilai bisa menghentikan tren surplus neraca perdagangan yang dirasakan Indonesia dalam 13 bulan terakhir.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengemukakan pelemahan rupiah bakal membuat harga bahan baku makin mahal, baik bagi industri berorientasi ekspor maupun untuk pasar dalam negeri.

Di sisi lain, ekspor komoditas yang menikmati keuntungan kenaikan harga di pasar global bisa kehilangan momentum peningkat karena terdapat beban biaya logistik yang membesar.

“Untuk ekspor komoditas belum tentu merasakan untung karena ongkos logistik yang dibayar dengan valas itu akan meningkat signifikan,” kata Bhima, Kamis (17/6/2021).

Bhima menjelaskan saat harga bahan baku lebih mahal, produsen akan cenderung menyesuaikan harga di level konsumen. Hal ini bisa berimbas pada daya saing produk Indonesia di pasar internasional maupun dalam negeri.

“Ini memang salah satu tantangan yang memang cukup besar dari sisi ekspor impor. Dan bila taper tantrum berdampak lebih lama, lebih panjang, maka efeknya ke neraca dagang diprediksi akan kembali mengalami defisit. Dari surplus berapa bulan berturut-turut ini bisa berubah menjadi defisit,” kata Bhima.

Dalam menghadapi risiko terburuk, Bhima menyarankan pelaku usaha untuk melakukan hedging sebagai antisipasi kerugian akibat selisih kurs. Pelaku usaha pun bisa memulai untuk mempercepat pemesanan bahan baku dan modal.

“Pengusaha yang bahan bakunya dominan impor pun disarankan melakukan cost saving di berbagai lini produksi,” kata dia.

Cost saving, kata Bhima, bisa dilakukan dengan menurunkan kualitas produk agar bisa memenuhi target dan mengurangi volume produksi.

“Dulu barang grosir laku keras, sekarang pengusaha banyak shift untuk jual eceran. Ini terlihat di makanan minuman yang kemasannya makin kecil,” kata Bhima.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno meyakini pelemahan rupiah yang berpotensi datang seiring kebijakan tapering off bakal membawa keuntungan bagi eksportir, terutama untuk eksportir di daerah untuk barang komoditas.

Sementara untuk usaha dengan bahan baku impor, baik yang berorientasi ekspor maupun pasar dalam negeri, dia nilai tetap bisa menyesuaikan aktivitas.

“Bagaimanapun kami juga terus memantau dinamika kebijakan moneter AS maupun Indonesia karena akan sangat memengaruhi aktivitas. Jika dibandingkan dengan 2013, saya kira kami lebih siap sekarang,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper