Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan menilai kinerja perdagangan luar negeri Indonesia terus berada di jalur penguatan. Selama 2021, neraca perdagangan selalu mengalami surplus dan mencetak rekor surplus kumulatif tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
“Kinerja perdagangan pada awal 2021 terus menunjukan penguatan. Ini ditandai dengan neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus sampai Mei. Surplus perdagangan Mei 2021 mencapai US$2,36 miliar dan merupakan surplus bulanan tertinggi selama awal 2021,” ujar Lutfi melalui keterangan resmi yang dikutip Kamis, (17/6/2021).
Dia menjelaskan surplus perdagangan Mei 2021 disumbang surplus neraca nonmigas sebesar US$3,49 miliar dan defisit neraca migas US$1,13 miliar.
Negara mitra dagang penyumbang utama surplus yaitu Amerika Serikat, Filipina, dan India dengan kontribusi sebesar US$1,72 miliar. Di sisi lain, transaksi perdagangan dengan China, Australia, dan Singapura berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan sebesar US$1,09 Miliar.
“Secara kumulatif neraca perdagangan Januari—Mei 2021 surplus US$10,17 miliar dan melampaui surplus perdagangan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$4,18 miliar. Surplus perdagangan Januari—Mei 2021 merupakan surplus perdagangan awal tahun terbesar selama 10 tahun terakhir atau sejak 2012,” lanjutnya.
Kinerja ekspor Indonesia pada Mei 2021 tercatat sebesar US$16,60 miliar. Nilai ini naik 58,76 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), namun turun 10,25 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (mtm). Penurunan tersebut disebabkan turunnya ekspor migas sebesar 2,68 persen dan nonmigas sebesar 10,67 persen.
“Jika melihat data perkembangan kinerja ekspor tahun-tahun sebelumnya, kinerja ekspor di Ramadan dan Lebaran selalu mengalami penurunan dan hal tersebut merupakan pola musiman yang wajar. Hal ini akibat adanya hari libur pada bulan tersebut,” terangnya.
Ekspor nonmigas, lanjut Lutfi, naik signifikan secara tahunan bukan hanya disebabkan low base effect dari pertumbuhan rendah pada 2020. Kenaikan itu juga ditopang membaiknya harga komoditas ekspor serta mulai membaiknya pertumbuhan perekonomian dunia.
“Meningkatnya ekspor nonmigas ke beberapa kawasan menunjukkan mulai pulihnya permintaan negara-negara berkembang yang terdapat di kawasan tersebut. Namun, kasus Covid-19 yang kembali melonjak di beberapa kawasan menyebabkan kinerja ekspor ke beberapa kawasan mengalami koreksi, seperti di kawasan Asia Tengah turun 51,66 persen, Asia Selatan turun 19,70 persen, dan Eropa Tengah turun 17,04 persen,” katanya.
Pada Mei 2021, kinerja impor tercatat US$14,23 miliar, turun 12,16 persen dari bulan sebelumnya atau naik 68,68 persen secara tahunan. Penurunan dipicu turunnya impor nonmigas sebesar 14,16 persen (mtm), sedangkan migas naik tipis 1,90 persen.
Penurunan impor terbesar berasal dari impor logam mulia, perhiasan/permata (HS 71) dengan nilai impor sebesar US$110 juta atau turun 58,61 persen dari bulan sebelumnya, gula & kembang gula (HS 17) senilai US$210 juta, biji dan buah mengandung minyak HS (12) US$170 juta, miliar (31,18 persen), sari bahan samak dan celup (HS 32) senilai US$120 juta dan perangkat optik, fotografi, sinematografi (HS 90) sebesar US$180 juta.
Sementara produk impor nonmigas yang mengalami kenaikan terbesar antara lain bijih terak dan abu logam (HS 26) naik 144,29 persen, buah-buahan (HS 08) 11,61 persen, bubur dari kayu (HS 47) 6,39 persen, produk farmasi (HS 30) naik 5,94 persen dan serta kain rajutan (HS 60) naik 5,72 persen.