Bisnis.com, JAKARTA — Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa saat ini draf Revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah diterima pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Namun regulasi yang menurut Yustinus bakal memperbaiki rezim pajak Indonesia ini tidak akan dibahas dalam waktu dekat karena belum dibaca pada rapat paripurna DPR.
“Kita masih dengarkan aspirasi banyak pihak. Dalam konteks itu kita mau memperbaiki apa yang sekarang ada,” katanya saat diskusi virtual, Jumat (11/6/2021).
Yustinus menjelaskan bahwa saat ini banyak pengecualian dalam perpajakan Indonesia. Untuk sembako misalnya, masyarakat yang membeli telur omega dan telur ayam bisa tidak dikenai pungutan.
Hal ini juga terjadi pada sektor kesehatan. Masyarakat yang operasi plastik dan pengobatan kutil tidak kena pajak pertambahan nilai (PPN).
Baginya, ini masalah. Semua kategori dimasukkan ke dalam keranjang yang sama sehingga orang kaya menikmati fasilitas ini..
“Menurut hemat kami, ini jadi tidak adil dan fair sehingga kita tidak bisa memiliki kesempatan memungut pajak orang kaya untuk diredistribusi kepada orang miskin,” jelasnya.
Adapun RUU KUP kabarnya akan mengatur soal Pajak Penghasilan (PPh), PPN sembako hingga pendidikan, pengurangan PPh badan, PPnBM, carbon tax, dan juga tax amnesty jilid II. Sejumlah pasal dalam RUU KUP menuai pro dan kontra, khususnya mengenai PPN sembako hingga pendidikan.
Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sampai saat ini masih irit bicara saat ditanya mengenai RUU KUP.
Dia memberikan alasan karena RUU KUP belum dibacakan di rapat paripurna DPR. Oleh karena itu, secara etika politik, Sri Mulyani belum bisa memberikan penjelasan sebelum dibahas di legislatif.
"Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan ke DPR melalui surpres [surat presiden]. Oleh karena itu, ini situasinya agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirim kepada DPR juga,” katanya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (10/6/2021).