Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang-barang mewah. Rencana tersebut masuk dalam salah satu substansi Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan rencana pemerintah untuk menaikkan PPN tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas yang tepat sasaran.
Dia menjelaskan, PPN untuk barang-barang yang dibutuhkan publik bisa turun menjadi 5 atau 7 persen, yang awalnya dikenakan sebesar 10 persen.
Sebaliknya, barang-barang yang tidak dibutuhkan masyarakat banyak, tetapi dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas dan yang sifatnya terbatas, maka dapat dikenakan pajak yang lebih tinggi.
“Kita ingin berikan fasilitas yang tepat sasaran, kita justru ingin memberikan dukungan bagi akses publik terhadap barang-barang dibutuhkan,” katanya dalam webinar Infobank, Kamis (3/6/2021).
Yustinus mengatakan, rencana tersebut pun dirancang untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih efektif, menciptakan keadilan, dan berdampak baik bagi perekonomian.
Baca Juga
Namun, rencana kenaikan tarif tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Pasalnya, penarikan pajak secara agresif dinilai kurang tepat dilakukan di tengah proses pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, serta stimulus insentif usaha perpajakan pun masih terus berlanjut.
“Kita membuat payung kebijakan yang penerapannya mungkin bisa 1 hingga 2 tahun lagi. Tapi, kita siapkan sekarang, mumpung punya kesempatan,” jelasnya.
Bisnis mencatat, bagi konsumen yang membeli barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong mewah dan sangat mewah akan dikenai tarif PPN lebih tinggi, yaitu 15 persen—25 persen.
Tarif tersebut akan berlaku bagi kelompok yang mengkonsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tergolong mewah atau sangat mewah.