Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Orang Kaya Siap-Siap Kena Pajak Mewah, Tarifnya Berkisar 15 hingga 25 Persen

Angka tersebut merupakan tarif yang diusulkan oleh pemerintah dalam skema multitarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan tersebut masuk ke dalam salah satu substansi Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Petugas melayani pengunjung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas melayani pengunjung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas fiskal menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai untuk masyarakat kelas atas di kisaran 15 persen — 25 persen. Tarif tersebut akan berlaku bagi kelompok yang mengonsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tergolong mewah atau sangat mewah.

Angka tersebut merupakan tarif yang diusulkan oleh pemerintah dalam skema multitarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan tersebut masuk ke dalam salah satu substansi Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, kebijakan ini dirumuskan menyusul perubahan PPN dari tarif tunggal 10 persen menjadi tarif umum sebesar 12 persen.

Bagi konsumen yang membeli barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong mewah dan sangat mewah dikenai tarif PPN lebih tinggi, yakni 15 persen—25 persen.

Kebijakan ini dirumuskan untuk mewujudkan rasa keadilan di kalangan masyarakat. Artinya, tarif PPN yang diterapkan mengacu pada penghasilan serta pola konsumsi masyarakat di Tanah Air.

Sejalan dengan itu, otoritas fiskal juga mengubah ketentuan di dalam Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam rencana tersebut, PPnBM nantinya hanya berlaku untuk kendaraan bermotor.

Mengacu pada PP No. 61/2020 yang menjadi aturan turunan UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor antara lain rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.

Kemudian kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak, kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya kecuali untuk keperluan negara.

Selain itu, juga kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacamnya terutama yang dirancang untuk pengangkutan orang. Selanjutnya, kapal feri dari semua jenis kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum, dan yacht kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum, atau usaha pariwisata.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam Gambaran Umum Fiskal dan Perpajakan Terkini mengatakan, multitarif telah diterapkan oleh banyak negara.

Atas dasar itu kemudian pemerintah mengusulkan skema serupa dalam RUU KUP. Adapun tarif hanya berlaku kepada masyarakat kelas atas alias berpenghasilan tinggi.

“[Ini untuk] memberikan rasa keadilan dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah dan sangat mewah,” kata Suryo dalam paparan yang dikutip Bisnis, Rabu (2/6/2021).

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, Ada tiga faktor yang menjadi alasan pemerintah untuk mengubah skema PPN.

Pertama, target normalisasi defisit anggaran menjadi di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023 yang memaksa pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengerek penerimaan.

Kedua, tarif yang berlaku saat ini mencerminkan ketidakadilan bagi wajib pajak, karena masyarakat dengan daya beli tinggi membayar pajak sama dengan masyarakat dengan daya beli yang lebih rendah.

Ketiga, untuk mengompensasi hilangnya penerimaan pajak akibat pelonggaran tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang telah dirilis oleh pemerintah pada tahun lalu melalui UU No. 2/2020.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan PPN dan PPnBM pada tahun lalu senilai Rp448,39 triliun, turun sekitar 15 persen dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang senilai Rp532,91 triliun.

Adapun pada tahun ini, capaian penerimaan PPN dan PPnBM per 30 April lalu mencapai Rp137,54 triliun. Angka tersebut naik sebesar 3,56 persen dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper