Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menilai rencana pemerintah untuk menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) final 1 persen bisa memberatkan bisnis di tengah upaya untuk pulih.
Pengenaan tarif pun dinilai kontradiktif dengan rencana afirmasi terhadap UMKM yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kalau dalam situasi seperti ini, pengenaan pajak 1 persen itu keliru dan memberatkan. Dengan pengenaan PPh [pajak penghasilan] final 0,5 persen saja kami kesulitan membayar,” kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, Rabu (2/6/2021).
Dia juga mengatakan bahwa rencana pengenaan pajak tidak sesuai dengan semangat yang diusung oleh Omnibus Law. Regulasi sapu jagad tersebut, kata Ikhsan, sejatinya memuat berbagai aturan mengenai insentif pajak untuk UMKM.
“Kami tidak setuju karena hal ini tidak sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Di sana disebutkan berbagai keberpihakan untuk UMKM dan rencana ini tidak mencerminkan hal tersebut,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menilai penetapan besaran pungutan PPN final untuk UMKM perlu dikaji terlebih dahulu sebelum ditetapkan. Bagaimanapun, pengenaan pajak harus disesuaikan dengan situasi sektor yang disasar.
“Pada prinsipnya semua usaha harus memenuhi kewajiban perpajakan. Namun, untuk besarannya perlu dikaji, apakah tepat besaran tersebut dengan situasi sektornya dan bagaimana kesanggupan usaha terkait dalam memenuhi kewajiban tersebut,” kata Hariyadi.