Bisnis.com, JAKARTA -- Purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia pada kembali mencatat rekor tertinggi selama 3 bulan berturut-turut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa ini menunjukkan PMI Indonesia jauh lebih tinggi dari negara lain.
Berdasarkan data terbaru dari IHS Markit, Indonesia mencapai yang tertinggi yaitu 55,3 disusul Korea Selatan 53,7, Vietnam 53,1, Jepang 53,0, dan China 52,0.
Sementara, Filipina ada di angka 49,9 dan Thailand 47,8 berada di bawah angka 50 yang berarti menunjukkan keterpurukan atau penurunan di bulan sebelumnya.
“Peningkatan PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan bahwa sektor industri mulai bangkit, semakin menambah optimisme dan keyakinan akan mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan II/2021,” katanya melalui keterangan pers, Rabu (2/6/2021).
Masih mengacu IHS Markit, Airlangga menjelaskan bahwa permintaan baru, produksi, dan pembelian naik pada tingkat yang belum pernah terjadi selama 10 tahun sejarah survei.
Sementara ketenagakerjaan kembali bertumbuh setelah 14 bulan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas operasional yang meningkat.
PMI Manufaktur Indonesia pada posisi Mei 2021 ini merupakan yang tertinggi sejak survei pertama kali dilakukan pada April 2011.
Sementara itu, tambah Airlangga, indikator pemulihan ekonomi nasional lainnya juga terlihat cukup baik. Dari laju inflasi sebesar 0,32 persen secara bulanan (month to month/mtm) pada Mei lebih tinggi dibandingkan April 0,13 persen.
Menguatnya pemulihan ekonomi juga ditunjukkan melalui besaran inflasi inti sebesar 0,24 persen (mtm) atau dengan andil inflasi inti terhadap inflasi total sebesar 0,16 persen.
Selain itu, kebijakan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk sektor otomotif juga terbukti berhasil mendongkrak penjualan mobil.
Pada April 2021, penjualan mobil tercatat meningkat hingga 227 persen (mtm) juga meningkatnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan ritel.
Dengan berbagai perkembangan indikator ekonomi tersebut, Airlangga optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 bisa di atas 7 persen. Selain juga karena faktor basis yang rendah pada periode yang sama tahun lalu (low base effect), juga faktor membaiknya berbagai indikator ekonomi.
“Indikator-indikator ekonomi yang membaik ini semakin menunjukkan penguatan sinyal pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.