Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenhub Harmonisasi Aturan Pendaftaran Pesawat

Kemenhub akan melakukan harmonisasi aturan soal pendaftaran pesawat dengan UU Cipta Kerja.
Sejumlah pesawat terpakir di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Sejumlah pesawat terpakir di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bakal melakukan harmonisasi pasal soal pendaftaran pesawat yang selama ini menjadi kekhawatiran pelaku usaha lantaran bertentangan dengan UU Cipta Kerja (UU Ciptaker)

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan pelaku usaha telah memberikan masukan soal adanya pertentangan antara UU Penerbangan sebelumnya No. 1/2009 dengan PP No. 32/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan yang menjadi turunan UU Cipta Kerja. Pihaknya saat ini sedang dalam proses  memperbaiki peraturan pelaksanaan yang bertentangan dengan UUCK.

“Dalam penyusunan PM di bidang penerbangan kami juga mulai proses perbaikan atas pasal-pasal yang dinilai masih bertentangan. yang dinilai inkonsisten. Pasal tersebut diharmonisasi dan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya, Minggu (30/5/2021).

Sebelumnya, kekhawatiran pelaku usaha soal aturan pendaftaran pesawat ini juga dijelaskan oleh produsen pesawat Airbus. Airbus mengharapkan Kemenhub dapat mengakomodir sejumlah peraturan yang masih bertolak belakang antara UU Penerbangan No. 1/2009 dengan PP No. 32/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan yang menjadi turunan UU Cipta Kerja soal penghapusan pesawat.

Head of Country Airbus Indonesia Dani Adriananta memaparkan sejumlah kontradiksi utamanya terletak pada UU No. 1/2009 Pasal 29A dan 29 B dan PP No. 32/2021 Pasal 15 poin A7, A8, dan B. Dia menjabarkan dalam UU No. 1/2009 pasal mengatur tentang pesawat udara yang telah memiliki tanda pendaftaran dapat dihapus tanda pendaftarannya apabila terjadi cidera janji (wanprestasi) oleh penyewa pesawat udara tanpa putusan pengadilan.

Adapun, Pasal 15 PP No. 32/2021 poin a7 berbunyi Pendaftaran Pesawat Udara diajukan oleh pemilik atau yang diberi kuasa dengan persyaratan terjadi cidera janji atau wanprestasi oleh penyewa Pesawat Udara berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap dan adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

Menurutnya dengan perbedaan klausul yang signifikan soal cara lessor menarik kembali aset-asetnya apabila debitur mengalami default atau gagal bayar dalam PP turunan UU Cipta Kerja tersebut menimbulkan keragu-raguan dari sisi lessor atau perbankan asing.

“Kalau yang lalu dengan pasal 29 UU No. 1/2009 simpel mengikuti Cape Town Convention tinggal mengikuti Irrevocable Deregistration and Export Request Authorization [IDERA]. Tapi pasal baru di PP 32/2009 mencantumkan untuk menunggu proses pengadilan berkekuatan tetap sehingga membuat resiko lessor jadi naik dan resiko tinggi di mata multinasional lessor,” katanya.

Senada, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Prita Amalia juga menyoroti pasal penghapusan pesawat udara. Pasal 29 dalam UU Penerbangan No. 1/2009 sejatinya bukan merupakan ketentuan yang diubah atau dihapuskan dalam UU Cipta Kerja. Sehingga Semestinya pasal tersebut tidak mengalami perubahan.

Hal ini menyebabkan adanya pertentangan dengan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia yakni Cape Town Convention 2001.

“Ini menjadi menarik karena dalam PP yang hirarkinya bawah UU Cipta Kerja mengatur hal berbeda. Ini bertentangan dengan asas aturan yang lebih tinggi mengalahkan yang di bawahnya. Dari sisi hirarki,” terangnya.

Senada dengan Prita, Partner dari MKK lawfirm Enny Purnomo Widhya menyebutkan inkonsistensi isi aturan ini membuat kebingungan pada level pelaksanaan dan dipertanyakan banyak pihak, termasuk bank-bank asing yang menjadi kreditur dalam pengadaan pesawat bagi maskapai Indonesia.

“Pertentangan UU Penerbangan dan PP 32/2021 ini harus diinterpretasikan berlaku untuk penghapusan pendaftaran yang dilakukan tanpa mekanisme surat kuasa dalam rangka Cape Town Convention karena Undang-Undang sudah menentukan tindakan ini harus bisa dilakukan tanpa putusan pengadilan. Jika tidak diartikan demikian, maka hal ini mungkin terjadi karena “typo error,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper