Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa seluruh pihak harus tetap waspada terhadap berbagai macam risiko yang bersifat dinamis seiring dengan menjaga momentum pemulihan ekonomi. Contohnya, inflasi di Amerika Serikat.
Menurut Sri, inflasi di As terus menguat sehingga menambah risiko normalisasi kebijakan moneter secara cepat.
"Inflasi Amerika tadi saya sebutkan 4,2 [persen] itu angka yang tinggi menimbulkan kewaspadaan yang tinggi atau keadaan was-was di sektor keuangan," jelas Sri daam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Selasa (25/5/2021).
Meski begitu, tekanan yield US treasury (UST) yang terjadi di AS akibat lonjakan inflasi mulai mereda pada April. Sehingga, inflow ke emerging market atau negara-negara berkembang kini kembali terjadi di kuartal II/2021.
Awalnya, yield UST 10 tahun mengalami lonjakan dramatis. Pada Januari 2021, yield UST 10 tahun berada di level 1,06, namun meloncat hingga ke level 1,6 pada Maret dan 1,62 pada April 2021.
"Ini suatu kenaikan yang lebih dari 60 persen dalam waktu kurang dari dua bulan. Akibat tekanan inflasi yang tinggi," ujar Sri.
Baca Juga
Di sisi global bonds Indonesia terhadap AS, Sri mengatakan Indonesia mengalami spread yang semakin kecil atau menyempit. Artinya, ketika yield UST mengalami kenaikan spread dari 1,06 ke 1,6, yield Indonesia justru tetap bertahan sehingga spread mengecil ke 66 bps dibandingkan dengan awal tahun yaitu sekitar 110 bps.
"Ini sesuatu yang perlu kita jaga karena spread menunjukkan bagaimana rating kita dalam membayar utang-utang terutama pada level global dalam denominasi yang sama yaitu USD," ujarnya.