Bisnis.com, JAKARTA — Institut Studi Transportasi (Instran) menilai kebijakan pemerintah terkait momen mudik Lebaran 2021 suatu hal yang ambigu. Semula pemerintah mengatakan mudik tahun ini diperbolehkan. Selanjutnya pernyataan tersebut dikoreksi dengan adanya aturan peniadaan mudik 6-17 Mei 2021.
Hal tersebut disampaikan Ketua Instran Ki Darmaningtyas. Menurutnya pemerintah sepertinya ambigu antara melarang atau memperbolehkan warga untuk mudik.
"Pada awalnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa pemerintah tidak melarang mudik Lebaran. Atas dasar pernyataan tersebut banyak masyarakat yang mulai berburu tiket untuk mudik Lebaran dan para operator angkutan umum pun kemudian menyiapkan armadanya untuk melayani para pemudik," katanya kepada Bisnis Indonesia, Senin (17/5/2021).
Bagi operator, lanjutnya, pernyataan Menhub tersebut bagaikan sinar terang yang akan menjadi dewa penolong bagi bisnis mereka yang terpuruk selama satu tahun lebih akibat pandemi Covid-19.
Sayangnya, sambung dia, tak berselang lama pernyataan Menhub tersebut kemudian dikoreksi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, yang menyatakan bahwa pemerintah melarang masyarakat melakukan mudik Lebaran.
"Berdasarkan pengumuman resmi dari Menko PMK inilah kebijakan larangan mudik baru ditegaskan, termasuk langkah-langkah pencegahannya melalui penyekatan yang semula hanya 333 titik kemudian menjadi 381 titik," ujar Dharmaningtyas.
Bukan itu saja, dia juga menyayangkan inkonsistensi kebijakan pelarangan dari pemerintah tersebut. Pasalnya, pada saat pemerintah menerapkan larangan mudik, sejumlah tenaga kerja asing (TKA) dari Cina datang dengan mencarter pesawat.
Dia menyebut, dengan alasan apa pun kebijakan ini memperlihatkan inkonsistensi dalam membuat kebijakan. Terlebih, pemerintah juga membuka tempat-tempat wisata untuk dikunjungi.
Sementara itu Direktur Eksekutif Instran Deddy Herlambang menilai penerapan kebijakan peniadaan mudik tahun ini sudah bagus. Sebab, berdasarkan data, tercatat hanya 1,5 juta masyarakat yang tetap nekat melakukan aktivitas mudik.
"Jumlah ini masih di bawah prediksi 3,1 juta yang ngeyel mudik. Kalau yang mudik di atas angka prediksi 3,1 juta barulah dikatakan gagal," sebutnya.
Kendati begitu, dia menyebut yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana Satgas Penanganan Covid-19 mampu melakukan pengecekan kesehatan dengan Rapid Tes Antigen terhadap 1,5 juta pemudik yang lolos tersebut demi mencegah penyebaran Covid-19.
"Untuk tahun depan bila semua [masyarakat] masih belum kena vaksin, mudik tetap dilarang kecuali yang menggunakan angkutan umum massal diizinkan mudik karena menggunakan angkutan umum semua sudah siap protokol kesehatannya karena semua menggunakan test antigen dan mudah tracingnya daripada menggunakan kendaraan pribadi [mobil/motor]," tutupnya.