Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan Indonesia bisa meningkatkan produktivitas mencapai Rp2.301 triliun selama 2021-2025 jika melakukan reformasi struktural.
Apabila pemerintah membiarkan roda ekonomi seperti sebelumnya, dalam 5 tahun ke depan proyeksi produk domestik bruto (PDB) secara berturut-turut yaitu Rp16.532 triliun, Rp17.913 triliun, Rp19.429 triliun, Rp20.990 triliun, dan Rp22.698 triliun.
Sementara itu, penerapan reformasi struktural bisa meningkat menjadi Rp16.658 triliun, Rp18.153 triliun, Rp19.839 triliun, Rp21.616 triliun, dan Rp23.596 triliun. Itu berarti, selisihnya adalah Rp127 triliun, Rp240 triliun, Rp410 triliun, Rp626 triliun, dan Rp898 triliun.
“Apabila kita melakukan reformasi struktural dengan cepat dan tepat, maka kita akan bisa meningkatkan capital inflow dan juga pengggunaan capital di dalam negeri yang lebih produktif,” katanya pada acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2021 secara virtual, Kamis (29/4/2021).
Sri Mulyani menjelaskan reformasi struktural sangat penting dalam membangun ekonomi Indonesia agar lebih produktif. Ini juga bisa mengakselerasi pertumbuhan ke level di atas 6 persen.
Upaya tersebut sudah dilakukan saat era reformasi. Pada krisis ekonomi Asia tahun 1998, perubahan dilakukan besar-besaran baik tatanan politik dan tata kelola perbankan serta keuangan negara.
Baca Juga
Lalu krisis keuangan global pada 2009 pemerintah kembali memperbaiki tata kelola sektor keuangan melalui pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Reformasi pasca-Covid1-9 ini telah dimulai dengan penciptaan Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Jadi kalau bicara reformasi seperti yang sampaikan Presiden, ini meyangkut bagaimana kita mendesain program dan belanja untuk human capital, infrastruktur baik biasa maupun digital, dan reformasi birokrasi dan regulasi yang lebih mudah dan simpel,” jelas Sri.