Bisnis.com, JAKARTA — Industri lampu mengaku masih belum akan menyerah untuk terus berjuang mendapatkan Standar Nasional Indonesia atau SNI Wajib bagi lampu swa ballast light emitting diode (LED).
Asosiasi Perlampuan Indonesia (Aperlindo) menilai pentingnya SNI Wajib lampu LED karena diproyeksi dalam lima tahun ke depan LED akan mendominasi konsumen.
Ketua Umum Aperlindo Jhon Manoppo mengatakan konsumsi lampu LED yang mulanya hanya 15 juta pada 2013, dalam enam tahun atau per 2019 sudah melesat hingga 310 juta pengguna.
Padahal konsumsi total lampu di Indonesia untuk rumah tangga berdasarkan elektrifikasi tingkat rasio di Asean per 2019 mencapai 70 juta pelanggan. Artinya, jika satu rumah rerata menggunakan 6 lampu, konsumsi lampu total ada di kisaran 420 juta.
"LHE [Lampu Hemat Energi] semakin menurun peminatnya, untuk itu jika SNI Wajib diberikan maka LED produk lokal akan mampu memenuhi pasar dan mengundang banyak investasi baru," katanya kepada Bisnis, Selasa (27/4/2021).
Sebagai gambaran, saat ini baru ada sekitar 40 pabrikan lokal yang memproduksi lampu di dalam negeri. Adapun, kapasitas terpasang dari pabrikan lokal tersebut baru mencapai 120 juta unit lampu per tahun.
Sementara itu, pasar lampu nasional mencapai sekitar 600 juta unit lampu per tahun. Dengan kata lain, sekitar 480 juta unit lampu di dalam negeri berasal dari luar, mayoritas dari China.
Jhon menyebut dengan SNI wajib LED nantinya juga akan menjadi alat produsen dalam menjaga kinerja industri yang stabil tumbuh 20 persen. Hal itu bahkan di tengah teknologi lampu LED yang semakin lama masa menyalanya.
Tahun ini, lanjut Jhon, industri hanya memproyeksi konsumsi akan tumbuh sedikit di kisaran 450 juta dari konsumsi 2020 yang sebesar 400 juta.
"Jadi karena teknologi semakin bagus orang makin lama ganti lampu, di sini kami butuh SNI supaya menjaga kepastian pasar. Kalau tidak ya selamanya akan seperti ini lampu ada yang Rp10.000 ada yang di atas Rp20.000 tetapi standarnya tidak ada," ujar Jhon.
Dia pun memastikan akan kembali melayangkan surat pengajuan SNI pada sejumlah Kementerian terkait. Menurut Jhon surat pengajuan ini akan menjadi yang keempat, karena Aperlindo sudah mengajukan sejak 2018 dan tidak pernah mendapatkan jawaban.
Sisi lain, John menyebut minat investasi baru dari sejumlah raksasa perusahaan lampu China saat ini juga terus berdatangan. Sayangnya, lagi-lagi yang utama dilihat investor tentunya adalah kepastian pasar.
"Saat ini 85 persen lampu di dunia itu dibuat China kalau mereka datang ke sini dengan berbagai skema pembangunan pabrik mandiri atau kerjasama dengan produsen lokal tentu akan positif," ujarnya.
John pun mengatakan satu investasi pabrikan lampu biasanya akan menelan biaya hingga US$50 juta.