Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Layaknya Travel Bubble, Pengusaha Wisata Juga Menanti Pinjaman Lunak

Pelaku usaha mengusulkan pemerintah menambah opsi bantuan, yakni dengan mengucurkan stimulus berupa dana hibah khusus untuk biro perjalanan wisata.
Foto udara destinasi wisata pantai Seger di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Kuta, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Rabu (12/8/2020).Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pada Kuartal III 2020 pemerintah akan menggelontorkan paket stimulus untuk pariwisata dalam bentuk diskon tiket pesawat ke destinasi wisata serta insentif pajak hotel atau restoran dengan alokasi anggaran hingga Rp25 triliun. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Foto udara destinasi wisata pantai Seger di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Kuta, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Rabu (12/8/2020).Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pada Kuartal III 2020 pemerintah akan menggelontorkan paket stimulus untuk pariwisata dalam bentuk diskon tiket pesawat ke destinasi wisata serta insentif pajak hotel atau restoran dengan alokasi anggaran hingga Rp25 triliun. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Bisnis.com, JAKARTA – Pinjaman lunak menjadi opsi paling masuk akal yang dimiliki oleh biro perjalanan wisata agar mampu memanfaatkan momentum pembukaan kembali pintu pariwisata bagi wisatawan mancanegara di sejumlah destinasi khusus pada Juni mendatang.

Bantuan dari pemerintah berupa dana hibah senilai Rp3,7 triliun dan restrukturisasi utang dinilai tidak cukup untuk membantu pelaku usaha biro perjalanan wisata untuk keluar dari situasi sulit, apalagi memanfaatkan momentum pembukaan wisata terhadap wisatawan mancanegara pada Juni nanti.

Berdasarkan data terakhir Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), sebanyak 90 persen dari total 7.000 perusahaan biro perjalanan wisata tutup sementara sejak April 2020 akibat terdampak oleh pandemi Covid-19.

Menurut Wakil Ketua Umum Asita Budijanto, pinjaman lunak merupakan bantuan yang memang diperlukan oleh pelaku biro perjalanan wisata.

Adapun, Budijanto mengatakan kebutuhan pinjaman yang diperlukan untuk membantu perusahaan biro perjalanan wisata melakukan pemulihan berkisar antara Rp300 juta hingga Rp2 miliar per perusahaan, tergantung skala bisnis masing-masing.

Namun, prosedur pinjaman diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan di sektor tersebut.

“Pinjaman yang disalurkan nantinya melalui perbankan pasti ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, Misalnya, jaminan berupa aset. Ini yang menjadi pertanyaan kami, apakah saat ini masih punya aset yang setara untuk dijaminkan? Kemudian, banyak perusahaan yang meminjam dalam kondisi kolaps, jadi saya tidak yakin mereka punya jaminan. Artinya bantuan pemerintah harus all out,” ujar Budijanto, Selasa (20/4/2021).

Adanya jaminan, lanjutnya, bunga yang tidak berbeda signifikan dari pinjaman biasa, serta masa pengembalian yang tidak panjang, dikatakan tidak menarik bagi pelaku usaha karena risiko gagal bayar dinilai masih besar.

Terkait dengan kondisi tersebut, Budijanto mengusulkan pemerintah menambah opsi bantuan, yakni dengan mengucurkan stimulus berupa dana hibah khusus untuk biro perjalanan wisata.

Seperti halnya dana hibah yang disalurkan pada 2020 yang berlanjut tahun ini, penyaluran bisa dilakukan mengacu nilai pajak yang dibayarkan oleh masing-masing perusahaan.

Dengan asumsi satu perusahaan besar di sektor tersebut memiliki total omzet Rp50 miliar, dengan kebutuhan dana pemulihan Rp500 juta, maka setidaknya diperlukan stimulus sekitar Rp1 triliun khusus untuk biro perjalanan wisata.

Dengan adanya bantuan berupa pinjaman lunak atau dana hibah khusus, pelaku usaha biro perjalanan wisata dinilai bisa membangun kepercayaan diri untuk menyambut kembali pembukaan wisata Tanah Air bagi wisatawan mancanegara yang rencananya dilakukan pada Juni-Juli mendatang.

Kendati penyebaran Covid-19 di Indonesia belum benar-benar menunjukkan pelandaian yang signifikan, baik pinjaman lunak ataupun dana hibah khusus biro perjalanan wisata akan memberikan efek positif dalam mendorong pemulihan.

Dengan catatan, pembukaan sektor pariwisata melalui metode travel corridor arrangement pada Juni-Juli nanti dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, menjalankan protokol kesehatan secara ketat, sehingga penyebaran Covid-19 tidak kembali memburuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper