Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi yang tahun lalu minus 2,07 persen membuat permintaan properti perkantoran cenderung stagnan, sementara pasokan terus bertambah. Hal ini membuat pengembang atau pemilik gedung berlomba-lomba menurunkan harga sewanya.
Menurut Senior Director of Office Services Department Colliers International Bagus Adikusumo, terkontraksinya pertumbuhan ekonomi pada 2020 sudah barang tentu membuat bisnis properti perkantoran terpukul.
“Ke depannya masih penuh tantangan melihat kondisi saat ini. Untuk 2021, sampai dengan kuartal-II masih sangat berat, belum lagi oversupply-nya,” katanya.
Permintaan properti perkantoran diprediksi akan mulai membaik pada 2023 seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang kembali pulih pascapandemi Covid-19. Pada tahun tersebut, masih akan ada penambah-an pasokan, baik di dalam maupun luar kawasan pusat bisnis atau central business district (CBD).
Bagus memproyeksi perubahan pola kerja pascapandemi Covid-19 juga berpotensi mengurangi permintaan properti perkantoran. Menurutnya, masing-masing perusahaan kemungkinan besar akan mengurangi ruang yang disewanya 10—30 persen.
“Mereka [perusahaan] menyadari, buat apa sewa ruang besar-besar. Sedangkan dengan ruang yang kecil pekerja tak seluruhnya di kantor semuanya berjalan baik-baik saja. Mengurangi [ruang] jadi pilihan bijak,” tuturnya.
Baca Juga
Adapun, nasib ruang kerja bersama atau co-working space saat ini tak jauh berbeda dengan perkantoran konvensional. "Pangsa pasar coworking space kebayakan [perusahaan] start-up dan banyak start-up yang gagal bertahan. Sampai start-up kembali bergeliat mereka akan sulit untuk berekspansi kembali. Kemungkinan pada 2023 atau 2024 baru bisa pulih,” ujar Bagus.
Walaupun demikian, Bagus menilai co-working space masih sangat potensial untuk tumbuh di masa depan. Seiring dengan perubahan pola kerja dan meningkatnya kebutuhan akan ruang kantor yang menawarkan fleksibilitas bagi perusahaan.
Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan akan ada sembilan proyek pasokan baru untuk perkantoran pada 2021 hingga 2023 seluas 889.623 m2 dengan dominasi tipe lease office. Adapun untuk di CBD sepanjang tahun ini akan masuk 558.123 m2 ruang perkantoran baru dari enam proyek.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menuturkan tren properti perkantoran ke depannya akan mengalami perubahan seiring dengan kebijakan bekerja dari rumah yang diterapkan oleh banyak perusahaan pascapandemi Covid-19.
Kecenderungan generasi milenial yang lebih senang menggeluti pekerjaan tidak tetap, juga ikut mempengaruhi perubahan tersebut.
“Perkantoran cenderung beralih menjadi semacam coworking space. Nantinya banyak ruang-ruang kosong [tersedia] dan yang penting terhubung dengan jaringan internet,” tutur Aviliani.
Dia menambahkan di masa depan kantor-kantor hanya akan diisi oleh pekerja yang melayani pelanggan secara langsung (frontliner), dan bagian produksi.
RUANG TERBUKA
Adapun tren desain ruang kerja pada 2021, perusahaan desain interior High Street dalam lamannya menyebut pandemi akan membuat orang menyukai konsep desain interior kantor ruang terbuka. Tampilan kantor yang luas secara instan memberikan suasana dan perasaan yang ramah dan bersahabat.
Selain dapat membantu karyawan merasa lebih kolaboratif dan menjadi bagian dari tim, dengan ruang kantor terbuka, meja dengan mudah bisa ditata berjarak sesuai protokol kesehatan.
Ruang kantor juga kian ramah lingkungan selain tetap mengutamakan keselamatan karyawan. Penggunaan bahan alami untuk desain dan dekorasi yang berkelanjutan di lingkungan kantor, pemanfaatan energi terbarukan, dan memilih untuk menyewa furnitur juga jadi pilihan.
Adapun furnitur yang dapat dipindahkan dan modular dapat membantu karyawan merasa lebih nyaman. Bukan hanya kursi atau meja beroda, tetapi juga partisi dan dinding yang dapat dipindahkan.
Selain itu, karena banyak pekerja yang kembali ke kantor dari bekerja dari rumah sebelumnya, suasana bekerja seperti di rumah juga bakal jadi tren, misalnya menata sudut ruang menjadi seperti kedai kopi, tentunya dengan tetap menjaga jarak fisik, serta mem-buat area lounge.
Direktur Utama PT Intiland Development Tbk. Hendro Santoso Gondokusumo tak menampik bahwa bisnis properti perkantoran sedang menghadapi masa sulit selama pandemi Covid-19. Namun, hal tersebut tak sepenuhnya berlaku bagi dua properti perkantoran miliknya di Jakarta Selatan.
“Office kami di Jakarta Selatan masih bisa kami sewakan 5.000 m2. Mereka [penyewa] suka dengan desainnya dan lokasi yang dekat dengan MRT [moda raya terpadu] itu menarik,” katanya.
Adapun, proper yang dimaksud adalah South Quarter Tower yang berada di komplek superblok South Quarter, Cilandak, Jakarta Selatan. Desainnya terbilang mencolok dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya di sepanjang Jalan TB. Simpatupang.
Tiga Menara perkantoran yang masing-masing terdiri dari 20 lantai menerapkan kisi-kisi yang membuatnya terlihat seperti keranjang rotan. Kehadiran kisi-kisi itu diklaim mampu mengurangi panas yang masuk ruangan sehingga beban listrik untuk penggunaan penyejuk udara bisa diminimalkan.
Desain South Quarter Tower juga mempertimbangkan orientasi arah matahari untuk mengoptimalisasi pencahayaan alami. Sebagai catatan, bangunan tersebut didesain oleh arsitek kenamaan asal Inggris, Tom Wright yang juga perancang Burj Al Arab di Dubai, Uni Emirat Arab.
Demikian pula dengan Wisma Intiland (d/h Wisma Dharmala Sakti) yang dikenal sebagai pelopor gedung perkantoran hijau di Indonesia. Gedung yang memiliki 23 lantai di Jalan Jenderal Sudirman ini merupakan buah karya arsitek Paul Rudolph.
Gedung ini mengadopsi konsep arsitek-tur vernakular yang berangkat dari desain bangunan tradisional Indonesia. Tujuannya adalah menahan panas yang masuk ke dalam bangunan dan mengurangi penggunaan lampu di siang hari.
Baik South Quarter Tower maupun Wisma Intiland, keduanya berada dekat dengan stasiun MRT yang membuatnya makin strategis dibandingkan dengan gedung perkantoran lainnya di CBD Jakarta.
“Lokasi kami dekat dengan MRT itu yang menarik mereka. Kami punya tanah bukan yang besar tetapi kita tawarkan sesuatu yang berbeda, lokasi yang berbeda, dan desain yang berbeda juga.”
Permintaan ruang kantor melemah sebagai dampak terkontraksinya pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu dan diperkirakan baru pulih pada tahun depan. Sistem kantor ruang kerja bersama, berdesain terbuka, dan ramah lingkungan masih menjadi tren ke depan.