Bisnis.com, JAKARTA - Bali ternyata memiliki sentra produksi garam yang komoditasnya menembus pasar ekspor. Berbeda dengan sentra garam umumnya, produsen di Desa Tejakula, Kabupaten Buleleng, punya teknik produksi tersendiri sehingga hasilnya juga terbilang khas.
Produk garam berkualitas tinggi dari Desa Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, yang sudah menembus pasar ekspor akan didorong untuk memasok pasar lokal sehingga dapat dinikmati masyarakat Pulau Dewata.
"Garam kita luar biasa, orang luar negeri tahu benar kualitas garam kita, tetapi kenapa malah yang kita konsumsi ialah garam kurang berkualitas," kata Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putri Koster, seperti dikutip Antara, Minggu (4/4/2021).
Menurut istri Gubernur Bali itu, bagus sekali jika garam lokal berkualitas dari Tejakula, Kabupaten Buleleng, bisa menembus pasar ekspor, yang pastinya dihargai tinggi. "Namun lebih baik lagi jika masyarakat kita juga menikmati dan mendapatkan manfaat garam sehat kita," ucapnya.
Putri Koster menambahkan Bali yang wilayahnya kecil, dianugerahi potensi yang luar biasa termasuk dari hasil garam yang diperoleh dari lautnya. Namun sayangnya, garam yang begitu terkenal di dunia malah terbentur regulasi di negara sendiri.
"Kita negara kepulauan malah impor garam, ini kan aneh? Garam kita ini sehat dan berkualitas, jadi sudah sepantasnya dimanfaatkan masyarakat kita. Ini sudah dibiarkan sejak zaman Orde Baru, untuk itu perlu pemimpin tegas dan berani yang bisa mengupayakan tata kelola hal tersebut," ujarnya.
Baca Juga
Made Wijana, produsen garam dari Desa Tejakula, mengaku selama ini pemasaran garam khas Tejakula tersebut terbentur regulasi yang mengharuskan garam yang beredar punya kadar yodium minimal 40 ppm.
"Sedangkan untuk pasar luar justru tidak menghendaki demikian, karena yang disukai garam dengan rasa lebih alami. Para chef pun lebih suka garam kita, karena lebih mudah mengatur kadar rasanya dalam masakan," kata Wijana.
Wijana menuturkan sebelum menembus pasar tradisional, garam produksi petani lokal dihargai sangat rendah terlebih adanya aturan garam beryodium. Dengan adanya upaya untuk ekspor, petani kini cukup menikmati hasil dari jerih payahnya.
"Kita inginnya memberdayakan petani lokal, sayangnya lagi-lagi untuk pasar lokal terbentur regulasi. Padahal kita inginnya diedarkan juga untuk pasar lokal," ujarnya.
Pada akhir kunjungan, selain melihat dan berbincang langsung dengan petani garam lokal, Putri Koster juga menyerahkan secara simbolis bantuan berupa beras masing-masing 15 kilogram dan bingkisan kepada petani.
Mengutip laman Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Buleleng, disebutkan bahwa garam istimewa ini hanya ditemukan di Buleleng.
Teknik produksinya pun berbeda dengan produksi garam lainnya. Tidak seperti garam pada umumnya yang menggunakan petak tambak. Teknik spesial ini disebut dengan teknik "palungan" yang menggunakan kayu kelapa.
Proses produksinya yaitu dengan meratakan tanah yang dicampur air laut menggunakan "tulud" di tambak garamnya. Setelah mengering, lapisan permukaan tanah bagian atas dikeruk dan dinaikkan ke atas alat bernama tinjung.
Air yang menetes dari dalam tinjung selanjutnya dijemur di dalam palung hingga garam mengkristal dan menghasilkan bentuk, seperti piramid.
Belakangan, teknik tersebut dimodifikasi dengan teknologi green house atau rumah kaca. Caranya dengan melarutkan garam palungan yang sudah jadi dengan air tawar. Lalu larutan garam tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumah kaca untuk proses pengeringan.
Jika cuaca cerah, dalam rentang 2-3 hari, garam piramid sudah bisa dipanen. Atau bisa berlangsung hingga 1 bulan jika cuaca tidak mendukung. Dikarenakan proses pembuatannya yang sangat alami maka garam piramid ini memang tidak mengandung bahan pemutih, pengawet, atau bahan kimia lainnya.