Bisnis.com, JAKARTA — Harga nikel tengah menujukkan tren pelemahan di saat Indonesia secara besar-besaran merencanakan pembangunan smelter. Lantas akan seperti apa nasibnya?
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan untuk posisi Indonesia justru sangat tergantung pada target smelter nikel yang harus diselesaikan pada 2024. Dia menjelaskan terdapat 30 smelter nikel yang harus diselesaikan dan 16 smelter nikel pada 2021.
"Untuk membesarkan justru menjadi keharusan dari target yang ada, sehingga pengelolaan tambang nikel di Indonesia harus diarahkan bagaimana target hilirisasi atau smelter dapat diselesaikan," ujar Singgih kepada Bisnis, Jumat (19/3/2021).
Harga nikel mencatatkan penurunan harian terbesar dalam lebih dari 4 tahun terakhir. Hal itu terjadi seiring dengan kemajuan perbaikan pada salah satu tambang terbesar di dunia Nornickel asal Rusia.
Harga komoditas nikel masih dalam tren penurunan. Harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) pada Kamis (18/3), untuk kontrak pengiriman 3 bulan berada di level US$16.047 per ton.
Level harga nikel saat ini makin jauh dari harga pada awal perdagangan Maret 2021, yang mencapai level US$18.682 per ton.
Baca Juga
Salah satu faktor koreksi harga nikel adalah proses perbaikan pada salah satu tambang milik perusahaan asal Rusia MMC Norilsk Nickel PJSC atau Nornickel. Sebelumnya, produksi nikel dari tambang perusahaan di Oktyabrsky dan Taimyrsky di wilayah Arktik terpaksa dihentikan.
Di samping itu, perusahaan nikel dari China, Tsingshan Holding Group, juga dikabarkan berencana menggenjot produksi untuk menyuplai industri baterai.