Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas pangan global yang menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa bulan terakhir membuat pelaku usaha harus menyiasati waktu importasi agar sesuai dengan kemampuan bisnis masing-masing perusahaan.
Ketua II Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Valentino menyebutkan harga bawang putih di China sempat berada di atas US$1.200 per ton, seiring dengan perayaan Tahun Baru Imlek yang menyebabkan naiknya permintaan di negara tersebut.
Meski demikian, dia mengemukakan bahwa harga berangsur turun dalam sepekan terakhir dan bakal direspons pelaku usaha dengan realisasi impor.
Dia menyebutkan setidaknya terdapat 11 perusahaan yang telah mengantongi persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan. Empat di antaranya merupakan anggota Pusbarindo, Valentino sendiri tidak memperinci berapa volume persetujuan impor yang diberikan pemerintah.
“Importir dalam merealisasikan impor tentu dengan perhitungan. Sebulan lalu harga bawang putih di China naik, tetapi seminggu lalu saya dengar harga sudah turun,” kata dia saat dihubungi, Minggu (14/3/2021).
Dia menilai importir tidak akan langsung mengeksekusi impor saat harga berada di atas US$1.000 per ton. Namun dengan turunnya harga ini, dia menyebutkan importasi bisa segera dilaksanakan.
Baca Juga
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi impor pada Januari 2021 berjumlah 45.893 ton.
Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi impor pada Desember 2020 yang mencapai 126.022 ton. Meski demikian, Valentino mengatakan stok bawang putih pada awal tahun mencapai 170.000 ton dan memadai untuk memenuhi kebutuhan jelang Ramadan.
“Stok sekarang masih cukup. Impor kami perkirakan berlanjut Maret ini. Kalau ada gejolak harga pasti itu ada permainan. Bisa saja di tingkat importir atau distributor,” kata dia.
Pengaturan waktu masuk juga menjadi pertimbangan importir daging. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri mengemukakan kenaikan harga sapi terjadi di hampir seluruh negara produsen akibat selisih yang ketat dengan permintaan, tak hanya sapi asal Australia yang merupakan pemasok utama Indonesia.
“Harga daging sapi dunia memang sedang naik. Bukan hanya karena stok lebih di Australia stok ternak yang lebih rendah, tetapi juga karena permintaan naik secara global. Dalam hal ini kami harus pintar-pintar mengatur [importasi],” kata dia, Minggu (14/3/2021).
Suhandri memberi contoh harga tingkat eksportir yang sudah sudah mencapai Rp95.000 per kilogram, padahal harga rata-rata daging sapi beku ekspor pada kuartal I 2020 masih di kisaran A$7,63 per kilogram atau sekitar Rp85.000 per kilogram (kurs Rp11.100 per dolar Australia).
Harga daging sapi sendiri menjadi salah satu penyumbang kenaikan indeks pangan global pada Februari 2021. FAO melaporkan indeks harga daging mengalami kenaikan 0,6 persen secara bulanan dan menyentuh 96,4 poin, tertinggi sejak April 2020.
Kondisi harga pangan global ditambah dengan rantai pasok yang terdisrupsi selama pandemi tercatat telah berimbas pada harga di dalam negeri.
Sebagai contoh, harga rata-rata bawang putih pada Ramadan tahun lalu berada di kisaran Rp44.000 sampai Rp45.000 per kilogram akibat stok yang menipis seiring keterlambatan perizinan dan realisasi impor. Realisasi impor bawang putih bahkan hanya berjumlah 18.516 ton pada kuartal I dan baru mengalami kenaikan pada April dengan volume 58.387 ton.
Hal serupa juga terjadi pada komoditas gula yang menyentuh Rp19.000 per kilogram lantaran stok nasional yang berada di bawah rata-rata konsumsi bulanan.
Pemerintah bahkan menugaskan pabrik rafinasi untuk merelokasi gula mentahnya dari yang awalnya untuk kebutuhan pabrik menjadi untuk pasar konsumsi dengan volume mencapai 250.000 ton.