Bisnis.com, JAKARTA — Pipa untuk kebutuhan minyak dan gas bumi buatan dalam negeri diakui masih kalah bersaing dengan kehadiran pipa dari China yang lebih murah.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi, Minyak dan Gas Bobby Gafur Umar mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah telah mewajibkan kepada kementerian/lembaga, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan swasta untuk menggunakan produk dalam negeri.
Namun, kata Bobby, pipa asal China yang lebih murah menjadikan daya saing pipa buatan dalam negeri menjadi melemah. Padahal, pemerintah telah mematok tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang digunakan harus sebesar 25 persen.
"Industri dalam negeri diwajibkan untuk gunakan produk dalam negeri. Sampai Pak Luhut [Menko Marves Luhut B. Pandjaitan] bilang ada pejabat ganti karena presiden tidak berkenan karena Pertamina masih ada yang belum bsa maksimalkan pemakaian produk dalam negeri," ungkapnya webinar Membedah Peluang Bisnis 70 Triliun di Sektor Hulu Migas, Rabu (10/3/2021).
Menurut Bobby, produk pipa China bisa menjadi lebih murah pada saat masuk ke Indonesia karena di negaranya diberikan kredit ekspor yang sangat murah. Kebijakan pajak yang ketat untuk hilirisasi produk membuat produk China bisa lebih murah.
Menurutnya, pajak untuk industri di dalam negeri masih belum ramah karena terlalu banyaknya pungutan pajak untuk para pelaku industri yang menyebabkan depresiasi dan investasi lama untuk balik modal.
"Pipa jadi sama bahan baku Krakatau Steel itu tidak beda jauh harganya, begitu las jadi pipa sudah tambah 20 persen—25 persen ongkos pipa kita jadi lebih mahal," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, saat membuka Raker Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Kamis (4/3/2021), Presiden Joko Widodo meminta optimalisasi TKDN pada produk-produk yang dipasarkan di Tanah Air.
Menurut dia, peningkatan penggunaan produk dalam negeri harus memberikan kemanfaatan bagi semua pihak, terutama usaha kecil menengah dan konsumen rumah tangga, tidak hanya menambah impor.
“Perdagangan kita harus meningkatkan TKDN. Ini selalu saya ulang komponen dalam negeri, komponen dalam negeri, komponen dalam negeri. Produk dalam negeri, produk dalam negeri, produk dalam negeri,” katanya.