Bisnis.com, JAKARTA – Pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah tapak dan rumah susun (rusun) diharapkan bisa bersinergi dengan stimulus lainnya seperti pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) agar sektor properti kembali tumbuh.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan pemberian insentif fiskal kepada sektor perumahan dapat menggairahkan kembali sektor properti yang sempat lesu.
Kebijakan insentif PPN ditanggung pemerintah ini dapat menyelamatkan industri properti yang terdampak pandemi Covid-19.
"Kami apresiasi langkah pemerintah dalam rangka penyelamatan industri properti terkait dengan PPN. Suatu langkah tepat pemerintah untuk pemulihan ekonomi pada masa pandemi, salah satunya pada sektor properti," ujarnya pada Selasa (2/3/2021).
Namun, dia berharap agar pemberian insentif PPN rumah tapak dan rusun diharapkan bisa bersinergi dengan stimulus lainnya seperti pengurangan BPHTB yang merupakan kewenangan pemerintah daerah agar sektor properti kembali tumbuh.
"Harapannya kepada pemerintah untuk pengembang diberikan relaksasi terkait suku bunga dan pengembalian pokok, dalam rangka pemulihan kesehatan para pengembang," lanjutnya.
Baca Juga
Saat ini penjualan perumahan dalam kondisi sangat sulit terutama rumah dengan harga di atas Rp600 juta dan hunian dengan kredit pemilihan rumah (KPR) bersubsidi yang juga turun 20 persen hingga 30 persen.
Kondisi tersebut tentu berpengaruh kepada sektor properti dan industri turunannya, termasuk pelaku usaha padat karya yang selama ini sangat bergantung pada kelangsungan bisnis ini.
"Dampak yang signifikan adalah terhadap pengembang menengah terkait beban operasional dan tanggung jawab terhadap pihak ketiga di antaranya pengembalian pokok dan bunga perbankan. Pada prinsipnya, untuk pengembang, pada saat ini harapannya hanya bertahan menghadapi kondisi saat ini," tutur Junaidi.
Senada dengan Junaidi, Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Paulus Totok Lusida juga berharap pemda memangkas persentase BPHTB.
Menurutnya, insentif fiskal dari pemerintah pusat ini harus diikuti oleh sejumlah kebijakan lainnya yang dirasa masih memberatkan industri sektor properti terutama BPHTB yang merupakan kewenangan pemda.
Dia menilai besaran BPHTB ini masih cukup tinggi yaitu 5 persen dari harga beli dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
"Yang belum [memberikan insentif] itu pemda seperti misalnya BPHTB itu. Padahal, sejak 2016 Presiden Jokowi mengimbau untuk diturunkan jadi 2,5 persen. Namun, kebijakan itu belum terlaksana hingga hari ini," paparnya.
Dia menilai seharusnya pemda juga dapat menyesuaikan kebijakan dari pemerintah pusat dalam hal pemberian insentif untuk sektor properti agar upaya pemulihan dapat berjalan secara maksimal.
REI juga mengusulkan program sunset policy dengan pengenaan tarif sebesar 5 persen terhadap aset kekayaan yang belum dilaporkan dalam SPT oleh wajib pajak.
"Kemarin kami minta PPh final [Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari sewa persewaan tanah dan bangunan] karena sewa mal, perkantoran kan paling terdampak, lalu juga kami minta sunset policy," ujar Totok.
Sunset policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan yang pernah berlaku pada 2008 berupa penghapusan sanksi administrasi perpajakan.