Bisnis.com, JAKARTA – Pemberian insentif berupa pemangkasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diyakini dapat menyerap stok produk rumah tapak maupun rumah susun yang saat ini masih ada di pasaran.
Head of Research Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia Yunus Karim berharap kebijakan ini dapat menstimulus penjualan rumah.
"Pengembang dapat secara cermat mengambil peluang ini untuk menghabiskan stok produk rumah tapak ataupun rumah susun yang hampir selesai dibangun atau siap huni namun belum terjual," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (2/3/2021).
Dari sisi pembeli, hal ini juga merupakan peluang untuk mendapatkan produk yang sudah terbangun dengan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan pada kondisi normal.
Dia meyakini kebijakan ini akan berdampak positif bagi sektor properti beserta sektor turunannya. "Ini akan berdampak pada sektor properti meski kebijakannya hanya untuk rumah ready stock, mengingat rumah ready stock juga bagian dari sektor properti," tutur Yunus.
Wakil Direktur Utama PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) Jeffri Tanudjaja berpendapat kebijakan insentif fiskal ini akan meningkatkan penjualan properti segmen menengah dan tentu berdampak pada pemulihan sektor properti. Namun demikian, kebijakan ini tak bisa dimanfaatkan perusahaannya.
"Kebijakan ini sangat positif, namun sayangnya produk kami di luar range tersebut," tuturnya.
Pemerintah memberikan insentif membebaskan PPN rumah tapak dan rumah susun yang dijual dengan harga maksimal Rp2 miliar. Untuk hunain dengan harga Rp2 miliar hihngga Rp5 miliar, PPN hanya dikenakan 50 persen.
Jeffri menuturkan harga unit produk yang dimiliki perseroan baik untuk rumah tapak maupun rusun berada di atas Rp5 miliar sehingga tak dapat menikmati insentif tersebut.
"Produk yang harganya di bawah Rp5 miliar memang ada tetapi unitnya tidak banyak, kebanyakan di atas Rp5 miliar," ucapnya.