Bisnis.com, JAKARTA - Negara-negara maju mencatat kenaikan utang publik dikisaran 20 persen atau lebih sepanjang tahun lalu. Sementara itu, Indonesia sebagai negara maju hanya mencatat kenaikan di kisaran 8 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Italia dan Perancis, yang merupakan negara maju anggota G7 (kecuali Italia), mencatat kenaikan utang publik di atas 20 persen dalam setahun selama Covid-19.
"Artinya, mereka mengunakan fiscal policy-nya secara luar biasa," ujarnya dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (23/2/2021).
Meskipun sangat kuat kebijakan fiskal mereka, Sri Mulyani mengungkapkan konstruksi ekonomi negara-negara tersebut cukup besar, kecuali AS yang terkontraksi hanya 3,5 persen.
"Tetapi yang lain kontraksinya dalam, public debt-nya naik," tegas Sri Mulyani.
Kondisi ini mengambarkan betapa APBN mengalami pukulan double, yakni dari penerimaan yang turun dan belanja yang meningkat. Semua dilakukan untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan meminimalkan pukulan pada ekonomi.
Baca Juga
Sri Mulyani melanjutkan kondisi di negara maju ini berbeda dengan di Tanah Air. Indonesia, kata Sri Mulyani, pasar utangnya belum sedalam negara maju.
"Tetapi bukan berarti kita tidak bisa membandingkan agar policy fiscal bisa seefektif dan seefisien mungkin," katanya.
"Kita akan melihat mana yang efektif dan tidak membuat defisit kita melebar dan publik debt melonjak seperti di negara maju yang melonjaknya 20 persen," lanjutnya.
Dari data Kemenkeu yang dikumpulkan dari IMF, utang publik AS naik sebesar 22,5 persen, Inggris sebesar 22,7 persen, Italia 27 persen dan Jepang 28,2 persen. Sementara itu, China yang menjadi pusat pandemi di awal hanya mengalami peningkatan utang publik sebesar 9,1 persen dan Singapura sebesar 1,2 persen.