Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengenal Sistem Pajak Side-by-Side Usulan AS, Pengganti Pajak Minimum Global 15%

Sistem "side-by-side" dalam konsensus perpajakan internasional mengecualikan perusahaan multinasional asal AS dari ketentuan pajak minimum global sebesar 15%.
Seorang pekerja melakukan persiapan KTT G7 di Banff, Alberta, Kanada, 14 Juni 2025./Reuters-Amber Bracken
Seorang pekerja melakukan persiapan KTT G7 di Banff, Alberta, Kanada, 14 Juni 2025./Reuters-Amber Bracken

Bisnis.com, JAKARTA — Negara-negara G7 mendukung sistem "side-by-side" dalam implementasi konsensus perpajakan internasional, sebagaimana usulan AS. Sistem itu mengecualikan perusahaan multinasional asal AS dari ketentuan pajak minimum global sebesar 15%.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai sistem side-by-side merupakan kompromi yang tidak keluar dari prinsip dasar konsensus perpajakan internasional.

Dia menjelaskan istilah sistem side-by-side merujuk pada pendekatan perpajakan yang memisahkan perlakuan berdasarkan kategori penghasilan, bukan memperlakukan seluruh pendapatan secara global.

“Artinya, sistem tersebut membedakan perlakuan pajak berdasarkan jenis penghasilan. Masing-masing kategori penghasilan dikenakan aturan penghitungan dan tarif yang berbeda,” ujar Prianto kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025).

Adapun, skema pajak minimum global sebesar 15% yang disepakati dalam Pilar 2 OECD/G20 dikenal dengan pendekatan GloBE Rules (Global Anti-Base Erosion).

Hanya saja, proposal sistem side-by-side dari AS yang didukung G7 memberikan pengecualian bagi perusahaan multinasional (MNE) asal AS dari ketentuan Income Inclusion Rule (IIR) dan Undertaxed Profits Rule (UTPR).

“Dengan pengecualian tersebut, MNE asal AS tidak harus membayar pajak berdasarkan GloBE Rules, meskipun tetap dikenakan PPh di negara sumber meski tarifnya di bawah 15%,” katanya.

Dalam konteks global, menurut Prianto, tidak ada sistem perpajakan yang benar-benar ideal. Setiap kesepakatan internasional, termasuk pajak minimum global hingga sistem side-by-side, adalah hasil kompromi antarnegara.

Lebih lanjut, ketua pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menilai bahwa penerapan sistem side-by-side tidak berdampak signifikan terhadap Indonesia, meski pemerintah sudah menerapkan pajak minimum global 15% berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024.

Pasalnya, sejak awal kebijakan pajak minimum global di Indonesia bukan ditujukan untuk mengejar penerimaan karena potensi pertambahanya tidak signifikan.

Melainkan, sambungnya, lebih ke menjaga hak pemajakan nasional dari perusahaan asing yang baru berinvestasi di Indonesia. Alasannya, Pilar 2 OECD/G20 tentang pajak minimum nasional memiliki skema backstop: jika suatu negara tidak ikut ketentuan pajak minimum global maka hak pemajakannya akan menjadi hak negara lain.

Adapun dalam PMK 136/2024, pajak minimum global diterapkan di Indonesia melalui tiga mekanisme utama, yaitu domestic minimum top-up tax (DMTT), IIR, dan UTPR. DMTT dan IIR sudah mulai berlaku sejak 1 Januari 2025, sementara UTPR akan mulai diadopsi pada 1 Januari 2026.

Prianto menambahkan bahwa sejauh ini potensi penerimaan dari skema GMT masih tergolong kecil, terutama karena belum banyak perusahaan multinasional yang masuk dalam cakupan ketentuan ini dan belum ada kesepakatan penuh dengan AS.

“Sebelum ada kompromi dengan AS, Indonesia juga belum tentu bisa memajaki perusahaan AS sesuai GMT. Jadi sejauh ini, pengaruh langsung dari sistem side-by-side terhadap penerimaan pajak Indonesia relatif minim,” jelasnya.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan bahwa, dalam pernyataan resmi Departemen Keuangan AS, usulan pengecualian korporasi asal Negeri Paman Sam lewat sistem side-by-side tidak dimaksudkan untuk menghilangkan fungsi utama pajak minimum global, yakni untuk mencegah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

“US Treasury menyatakan ada pemahaman bersama bahwa side-by-side system tidak akan menghilangkan fungsi pajak minimum global dalam mengatasi BEPS,” ujar Fajry kepada Bisnis, Senin (30/6/2025).

Meski dalam proposal AS korporasi induk asal AS akan dikecualikan dari ketentuan IIR dan UTPR—dua instrumen utama dalam skema pajak minimum global, pemerintah AS berkomitmen mengantisipasi potensi distorsi dalam persaingan pajak lintas negara.

Fajry mengungkapkan bahwa pendekatan side-by-side system yang diusulkan AS itu memiliki kemiripan dengan model sebelumnya dalam kerja sama pajak internasional seperti FATCA (Foreign Account Tax Compliance Act) milik AS dan CRS (Common Reporting Standard) dari OECD.

“Saya berharap side-by-side system ini akan berakhir seperti FATCA dan CRS, meski AS punya sistem sendiri, keduanya tetap punya peran penting dalam transparansi perpajakan global,” jelasnya.

Dia juga menyoroti bahwa sebelum adanya pajak minimum global, AS sudah lebih dulu mengembangkan sistem GILTI (Global Intangible Low Taxed Income) yang menjadi inspirasi awal dari kesepakatan pajak minimum global saat ini.

Lebih lanjut, Fajry Akbar menilai Indonesia tidak terpengaruh secara langsung dalam waktu dekat, meski ada dinamika baru tersebut. Artinya, aturan PMK No. 136/2024 tentang Pengenaan Pajak Minimum Global tetap akan berlaku.

Menurutnya, selama belum ada keputusan resmi dari Inclusive Framework OECD/G20 yang mengakomodasi sistem baru AS, seluruh ketentuan global termasuk untuk korporasi asal AS tetap berlaku sebagaimana mestinya.

“Implementasi pajak minimum global di Indonesia masih berjalan seperti biasa. Proses ini panjang dan butuh waktu tahunan, seperti saat kesepakatan global pertama kali dibahas,” kata Fajry.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper