Bisnis.com, JAKARTA - Langkah pemerintah menerbitkan Permenaker No. 2/2021 tentang penyesuaian upah di industri padat karya tertentu dinilai kontraproduktif bagi pemulihan ekonomi di Indonesia. Alih-alih menyesuaikan upah, pemerintah justru diminta menambah jumlah subsidi.
Menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi, secara teknis penyesuaian upah dalam aturan tersebut memang mampu menyelamatkan industri. Namun, tingkat kompleksitas di lapangan dinilai akan tinggi.
"Berdasarkan teori ekonomi, yang namanya upah itu seharusnya naik dan tidak mungkin turun. Ya [permenaker] ini perlu ditinjau ulang lah," ujar Fithra kepada Bisnis.com, Kamis (18/2/2021).
Dia menambahkan, tindak lanjut pemerintah melalui permenaker kontraproduktif terhadap sektor industri dan ketenagakerjaan. Pasalnya, pada saat-saat seperti ini yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah memberikan stimulus. Bukan menyesuaikan upah.
"Berkaca kepada best practice di luar negeri, pemerintah membantu industri bukan dengan mengafirmasi pengurangan upah tetapi lebih ke memberikan subsidi untuk menutupi biasa operasional perusahaan," sambungnya.
Kendati demikian, penyesuaian upah memang dinilai juga diperlukan oleh industri padat karya yang harus menanggung biaya produksi rata-rata dikeluarkan untuk gaji pekerja, dan jika tidak disesuaikan diperkirakan bakal menjadi masalah.
Baca Juga
Perlu diketahui, beberapa sektor diatur dalam permen tersebut, antara lain industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kulit dan barang kulit; industri alas kaki; industri mainan anak; dan industri furnitur.