Bisnis.com, JAKARTA - Mantan menteri keuangan Chatib Basri menilai Indonesia harus bisa pulih dari pandemi Covid-19 lebih cepat dari negara-negara maju guna menghindar risiko pengetatan moneter.
"Indonesia harus cepat pulih dibandingkan negara maju karena mereka akan melakukan normalisasi kebijakan moneternya," tegas Chatib dalam webinar serius Wali Amanat Universitas Indonesia, Rabu (27/1/2021).
Chatib memaparkan Amerika Serikat (AS), Jepang dan Eropa melakukan quantitative easing (QE) mungkin dalam 3 tahun. Namun, AS harus melakukan pengetatan pada 2023 untuk menghindari market bubble.
"Kalau itu yang terjadi maka kita akan mengulangi apa yang terjadi di 2013 [taper tantrum], dimana uang akan kembali lagi mengalik ke AS," ujar Chatib yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Bank Mandiri Tbk.
Alhasil, rupiah berisiko mengalami tekanan. Di dalam kondisi itu pemerintah harus melakukan pengetatan untuk menjaga stabilitas nilai tukar di pasar keuangan.
"Sayangnya kebijakan ini akan menganggu recovery yang berlangsung," sambungnya. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus menyiapkan exit strategy atau jalan keluar untuk kebijakan stimulus yang tengah digulirkan. Pasalnya, stimulus tidak akan terus menerus terjadi.
Baca Juga
"Jadi tidak mungkin fiskal diekspansi terus menerus."
Saat ini, BI menyerap surat utang dari pemerintah. Namun, suatu hari SBN yang diserap BI itu akan 'retired' sehingga akan terjadi rebalancing dari portofolio BI.
Kondisi ini akan menyebabkan pengetatan likuiditas. Lebih lanjut, dia berharap investasi bisa mulai naik pada 2021. Akan tetapi, syarat mutlaknya adalah pandemi harus dapat ditangani dengan baik.
Jika ini tidak terjadi, maka ekonomi Indonesia masih harus bergantung dengan APBN. Sementara itu, pemerintah sudah menetapkan bahwa defisit fiskal harus kembali ke kisaran di bawah 3 persen pda 2023. Tahun ini, pemerintah masih memperkirakan defisit fiskal di kisaran 5,7 persen.
"Mau tidak mau tahun 2022, defisitnya harus diturunkan," tegas Chatib.
Namun, penurunan tidak bisa dilakukan secara cepat karena akan berisiko menimbulkan kontraksi ekonomi. Oleh karena itu, Pemerintah dan BI harus melihat timing yang tepat.
Dia mengungkapkan upaya mengatasi pandemi menjadi kunci. "Kalau kita bisa mengatasi pandeminya lebih awal maka akan ada kemungkinan kita bisa exit lebih cepat dibandingkan negara maju," kata Chatib.