Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengembang meminta pemerintah segera menuntaskan penerbitan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) untuk program pembiayaan rumah bersubsidi.
Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jaya Andre Bangsawan mengatakan masih tertundanya SBUM juga memicu penundaan proses akad Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP).
Masalahnya, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempersyaratkan agar proses pencairan akad KPR FLPP menunggu SBUM diterbitkan.
"Akad FLPP tertunda karena SBUM belum cair. Hal itu membuat devoloper bisa merugi. Ini mengecewakan developer," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (26/1/2021).
Menurutnya, seharusnya pemerintah bersikap proaktif saat melakukan MoU antara perbankan penyalur FLPP beberapa bulan lalu dengan dibarengi MoU Ditjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR dengan perbankan yang ditunjuk untuk menyalurkan SBUM.
Dia berharap agar Kementerian PUPR dapat segera melakukan MoU dengan Kementerian Keuangan dan perbankan yang menyalurkan SBUM.
Baca Juga
"Protes keras para pengembang terhadap perbankan ternyata tidak berpengaruh, karena belum ada MoU pihak Ditjen Pembiayaan PUPR dengan Kementerian Keungan dan perbankan sebagai penyalur SBUM," tutur Andre.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Paulus Totok Lusida berpendapat tertundanya penyaluran program SBUM di awal tahun 2021 ini juga berdampak terhadap penundaan penyaluran dana KPR FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Hal itu berdampak bank pelaksana penyalur menunda proses akad KPR FLPP selama program SBUM belum berjalan," ucapnya.
Penundaan tersebut sangat berdampak pada tertundanya realisasi pemilikan rumah untuk MBR dan juga berdampak signifikan bagi para pengembang perumahan bersubsidi.
“Sebanyak 90 persen dari pengembang rumah subsidi termasuk golongan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Selain berdampak pada cashflow pengembang, penundaan akad KPR FLPP juga menyulitkan pemenuhan kewajiban kepada perbankan dan pihak lainnya,” kata Totok.
Dia berharap agar program penyediaan papan bersubsidi dapat bergulir sebagaimana mestinya, sebaiknya SBUM melekat pada KPR FLPP. "SBUM juga diharapkan dapat berlaku surut, termasuk dapat melampaui tahun anggaran.”
Ketua Umum DPP Himpera Endang Kawidjaja menuturkan program SBUM diharapkan dapat melekat dengan KPR bersubsidi.
"Kami berharap tidak ada lagi perbedaan waktu pencairan antara SBUM dengan KPR bersubsidi. Ibarat anak kembar, keduanya harus senantiasa seiring sejalan," ucapnya.
Dia menambahkan terdapat kabar apabila SBUM ini tertinggal, maka KPR subsidi juga akan dibatalkan. Namun, menurutnya, persoalan ini bukan pada debitur rumah MBR.
"Ini tentunya sangat merugikan pihak debitur dari kalangan MBR. Tidak hanya itu, pengembang juga ikut dirugikan karena belum menerima pencairan dana dari hasil akad KPR subsidi," kata Endang.