Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan berencana merevisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya terkait kebijakan angkutan barang kelebihan muatan dan dimensi atau over dimension over load (ODOL).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyebut selama ini sanksi yang diberikan maksimal hanya denda Rp500.000. Angka tersebut dinilai terlampau kecil sehingga tidak berefek jera bagi para pelanggar ODOL di jalanan.
"Saya termasuk orang yang mengkritisi dan sudah menunggu kapan UU No. 22 ini akan direvisi. Sebetulnya kemarin sudah masuk prolegnas tapi yang diutamakan masih undang-undang jalan," kata Budi saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (21/1/2021).
Menurut Budi, seharusnya nominal denda dan masa kurungan bagi para pelanggar ditambah mengingat pelanggaran ODOL menimbulkan aspek kecelakaan dan merusak jalan. Selain itu, pemberian sanksi hanya fokus kepada pengendara atau pemilik kendaraan.
"Mungkin dendanya harus gede, tapi besarannya berapa nanti kita coba bahas bersama dengan DPR," ungkapnya.
Senada, pengamat transportasi Djoko Setijowarno meminta pemerintah segera merevisi UU LLJA. Pemilik barang yang membiarkan barangnya dibawa berlebihan, tuturnya, harus diberikan sanksi yang sesuai agar tidak mengulangi pelanggaran.
"Yang ditindak tidak hanya pengemudi, karena mereka hanya unsur hilir. Selama ini hanya sopir yang kerap jadi tumbal dari aksi ODOL," katanya.
Djoko bahkan mencontohkan sanksi yang diberlakukan Rusia. Menurutya, bila ketahuan membawa muatan melebihi batas yang ditentukan dapat dikenakan sanksi hingga Rp120 juta di Rusia.
"Sementara UU LLAJ kita tidak sampai segitu. Bahkan bila harus membayar denda, mereka masih mendapatkan keuntungan," jelasnya.