Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri TPT Butuh Perbaikan Fundamental

Salah satu penyebab adanya importasi ilegal tekstil adalah karena adanya disparitas harga yang tinggi antara harga di dalam negeri dan harga produk tersebut di luar negeri.
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menilai pembenahan industri saat ini harus dilakukan secara fundamental.

Artinya, perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir dengan melibatkan semua pemangku kebijakan terkait. 

Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) Suharno Rusdi mengatakan industri TPT merupakan industri manufaktur strategis.

Pasalnya, industri ini memiliki peran sangat besar dalam struktur ekonomi nasional, baik kontribusinya dalam Produk Domestik Bruto (PDB) maupun dalam penghematan devisa karena peran ekspornya US$15 juta pada 2019 sekitar US$11-12 juta pada 2020. 

Industri ini juga mampu menyeraptenaga kerja yang mencapai sekitar 3,6 juta orang pada tahun ini. Dengan demikian, sudah sangat tepat jika pemerintah Joko Widodo memasukkan industri TPT ke dalam sembilan industri unggulan dalam program kerja kabinetnya.

"Sayangnya, kita semua tahu dua tahun terakhir ini importasi ilegal tekstil cukup marak yang telah merugikan negara triliunan rupiah. Kasus salah fungsi PLB [Pusat Logistik Berikat], kemudian terbongkarnya penyelundupan ratusan kontainer di satu pelabuhan. Ini semua jelas telah mengganggu pertumbuhan industri TPT karena importasi illegal merupakan praktik unfair dalam berbisnis," katanya dalam diskusi Virtual Penyelamatan Industri TPT, Rabu (13/1/2020).

Suharno mengatakan menurut IKATSI, salah satu penyebab adanya importasi ilegal tekstil adalah karena adanya disparitas harga yang tinggi antara harga di dalam negeri dan harga produk tersebut di luar negeri.

Pasalnya, pada setiap terjadi penyelundupan barang atau suatu produk, pihaknya menengarai adanya perbedaan harga yang cukup tinggi di ke dua daerah atau negara, baik produk tersebut berupa tekstil, bibit lobster, atau produk-produk lain.

"Kenapa terjadi disparitas harga yang tinggi, penyebabnya bisa bermacam-macam, misalnya supply-demand yang tidak seimbang, tata kelola industri yang tidak efisien, bunga pinjaman yang tidak kompetitif, infrastruktur industri yang tidak mendukung. Pastinya, penyebab disparitas harga bisa karena banyak sebab," ujar Suharno.

Alhasil, pratik penyelundupan bukan serta merta salah petugas bea cukai, atau petugas pelabuhan yang main mata, atau aparat yang mencoba mencari income tambahan. 

Suharno meyakini ilegal imporatasi bukan hanya itu penyebabnya. Kebijakan safeguard memang lazim diterapkan di berbagai negara untuk melindungi industri negara tersebut. 

"Namun menurut hemat kami, Safeguard ibaratnya hanyalah obat yang diminum terpaksa ketika orang sakit, makanya dalam peraturan pemerintah safeguard diterjemahkan sebagai Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS). Safeguard yang diberlakukan terus menerus, akan merusak industri itu sendiri, industri akan menjadi manja, industri akan menderita sakit kronis," katanya. 

Suharno menyebut solusi jangka panjang untuk mencegah importasi ilegal tekstil adalah dengan cara merubah gaya hidup industri tekstil itu sendiri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper