Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perdagangan Surplus, Industri TPT Masih di Zona Merah

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan surplus neraca dagang tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional diyakini kembali bertumbuh positif pada 2020. Namun demikian, pertumbuhan industri TPT secara keseluruhan masih akan bergerak di zona merah akibat pandemi Covid-19.
Pekerja pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor. /JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor. /JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan surplus neraca dagang tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional diyakini kembali bertumbuh positif pada 2020. Namun demikian, pertumbuhan industri TPT secara keseluruhan masih akan bergerak di zona merah akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan API, nilai surplus neraca dagang TPT nasional secara konsisten menurun sejak 2016. Namun demikian, surplus neraca dagang TPT mulai bertumbuh lagi pada 2019 dan diramalkan akan terus berlanjut pada 2020.

"Pada Januari-Oktober 2020 [nilai surplus] naik lebih dari US$3 miliar. Pada 2019, surplusnya US$3,5 miliar. Kami optimis [bisa tumbuh  dari 2019]," ucap Sekretaris Jenderal API Rizal Rakhman kepada Bisnis, Minggu (10/1/2021).

Namun demikian, Rizal menyatakan rendahnya utilisasi industri TPT berorientasi lokal membuat performa industri TPT secara keseluruhan masih negatif. Pasalnya, industri TPT  berorientasi pasar domestik berkontribusi sekitar 50 persen dari total performa industri TPT nasional.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meramalkan pertumbuhan industri tekstil sepanjang 2020 akan merosot hingga 5,41 persen, sementara itu industri pakaian jadi akan anjlok hingga 7,37 persen. Dengan kata lain, pertumbuhan industri TPT pada 2020 diperkirakan turun sekitar 6,39 persen secara tahunan.

Rizal menilai pendorong kontraksi tersebut disebabkan oleh banjirnya garmen impor ke dalam negeri. Rizal menduga cepatnya pemulihan industri TPT di China dari pandemi menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan impor garmen tersebut.

"Kinerja ekspor itu bakal tida berpengaruh signifikanpada devisa kalau impornya tinggi. Pemicu utamanya adalah tidak terkendalinya impor garmen," katanya.

Adapun Kemenperin meramalkan industri pakaian jadi akan tumbuh 3,75 persen pada 2021. Dengan kata lain, industri garmen nasional belum dapat kembali ke posisi prapandemi pada tahun ini.

Walakin, Rizal menilai pertumbuhan industri garmen nasional akan lebih tinggi dari ramalan itu jika safeguard farmen dapat diterapkan paling lambat kuartal I/2021. Menurutnya, penerbitan safeguard sebelum momentum tersebut penting agar industri garmen lokal bisa mendapatkan berkah Ramadhan 2021 yang jatuh pada April 2021.

"[Pertumbuhan industri] hilir TPT akan beranjak naik. Kami belajar dari [safeguard] benang, kain, dan tirai. Garmen mungkin lebih progresif [aturan safeguard-nya]," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper