Bisnis.com, JAKARTA - Singapura dan Malaysia gagal mencapai kesepakatan tentang megaproyek kereta cepat akibat pandemi Covid-19 yang menghantam perekonomian salah satu Negeri Jiran tersebut.
Malaysia telah berupaya mencari solusi penyesuaian. Namun, hal tersebut tidak berhasil. Kementerian Transportasi Singapura menegaskan bahwa Malaysia harus memberi kompensasi kepada Singapura untuk biaya yang telah dikeluarkan.
Dikutip dari Bloomberg, pengumuman itu datang tepat setelah batas waktu yang ditetapkan pada 31 Desember 2020 untuk perpanjangan kedua dan terakhir dari penangguhan proyek.
Proyek ini telah diperdebatkan satu dekade lalu dan diberi lampu hijau pada 2013. Namun, pada Juli 2020, keduanya telah setuju untuk meninjau pengembangan. Hal ini telah menimbulkan banyak penangguhan. Proyek tersebut pun akhirnya ditunda lagi di tengah diskusi seputar biaya.
Proyek rel kereta cepat dengan jarak 350 kilometer (218 mil) akan memotong waktu perjalanan antara kedua negara menjadi sekitar 90 menit dibandingkan berkendara empat jam dengan mobil.
Meskipun penerbangan di antara keduanya hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam, namun proses penerbangan memakan waktu lebih lama setelah check-in dan proses keamanan bandara diperhitungkan. Rencananya, layanan kereta api ini akan dimulai pada 2026.
Baca Juga
“Mengingat dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi Malaysia, pemerintah Malaysia telah mengusulkan beberapa perubahan pada proyek HSR,” menurut pernyataan bersama Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
"Kedua Pemerintah telah melakukan beberapa diskusi terkait dengan perubahan ini dan belum dapat mencapai kesepakatan."
Menteri Ekonomi Malaysia Mustapa Mohamed mengungkapkan pemerintah telah mengusulkan perubahan dalam struktur proyek, penyelarasan dan desain stasiun serta memajukan awal konstruksi selama dua tahun untuk memberikan dorongan pada ekonominya yang dilanda pandemi. Dia juga ingin memungkinkan opsi pembiayaan yang lebih fleksibel, termasuk pembayaran yang ditangguhkan dan kemitraan publik-swasta.
Pemerintahan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, yang mengundurkan diri pada Februari, telah berusaha membatalkan proyek tersebut karena Malaysia tengah bergulat dengan utang dan kewajiban sebesar lebih dari 1 triliun ringgit (US$249 miliar).
Malaysia sendiri harus membayar kompensasi sebesar S$15 juta (US$11,4 juta) atau sekitar Rp160 miliar ke Singapura. Mahathir sendiri pernah memperkirakan proyek itu akan menelan biaya sekitar 110 miliar ringgit untuk Malaysia.
"Kedua negara akan mematuhi kewajiban masing-masing, dan sekarang akan melanjutkan tindakan yang diperlukan, akibat penghentian perjanjian kereta cepat ini," kata pernyataan bersama kedua perdana menteri tersebut.