Bisnis.com, JAKARTA - Harga gas untuk industri meski telah ditetapkan sejak kuartal II/2020 belum sepenuhnya dinikmati industri.
PT Surya Toto Indonesia Tbk. (TOTO) contohnya, emiten keramik ini masih membayar sebagian tarif gas di level US$8,9 per mmBTU.
"Selain dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk., perseroan juga mendapat suplai gas dari PT Enargasindo Heksa Karya yang mana tarifnya belum disesuaikan karena masih menunggu persetujuan dari Kementerian ESDM," kata Direktur Keuangan Toto Setia Budi Purwadi kepada Bisnis belum lama ini.
Budi menyatakan saat ini tarif yang dikenakan oleh PGN telah berada di level US$6 per mmBTU. Adapun, PGN memasok 50 persen dari kebutuhan gas Toto.
Walaupun setengah dari pasokan gas sudah turun, Budi menyatakan dampak implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 40/2016 masih kecil. Menurutnya, dampak penurunan tarif gas pada biaya pemakaian gas hanya sekitar 1 persen.
Karena sampai dengan Oktober 2020, Toto juga mengalami penurunan penjualan sekitar 22 persen dibanding 2019. [Alhasil,] pemakaian gas juga turun karena produksi turun," ucapnya.
Baca Juga
Selain dampak yang terbatas, Budi menyampaikan terlambatnya penurunan gas oleh Enargasindo membuat perseroan belum bisa menentukan strategi ekspansi 2021. Selain itu, lanjutnya, pemerintah dinilai masih akan membatasi kegiatan untuk membatasi penyebaran Covid-19 pada 2021.
"Kami belum tahu seberapa efektif vaksin Covid-19 dapat menurunkan risiko penularan. Berita tentang vaksin juga masih simpang siur. Sepanjang masih ada PSBB transisi, masih sulit [pasar keramik saniter nasional] untuk kembali normal" katanya.
Sementara itu, PT Cahayaputra Asa Keramik Tbk. (CAKK) menyatakan pihaknya menunda penambahan kapasitas produksi hingga awal 2021 karena penurunan tarif gas yang dirasakan terlambat.
Direktur Keuangan CAKK Juli Berliana mengatakan pihaknya akan fokus pada penambahan kapasitas produksi pada 2021. Adapun, lanjutnya, mesin produksi mulai dibangun pada Desember 2020 dan akan mulai beroperasi pada tahun depan.
"Perseroan harusnya menambah kapasitas produksi pada semester II/2020, namun pandemi membuat kedatangan mesin terlambat. Secara garis besar, perseroan akan menambah kapasitas produksi mulai kuartal I/2021," katanya kepada Bisnis.
Juli mengatakan pihaknya akan menambah kapasitas terpasang pabrikan sebesar 36,16 persen pada tahun depan menjadi 12,5 juta meter persegi (square meter/sqm). Adapun, saat ini kapasitas terpasang pabrikan mencapai 9,18 juta sqm.
Di samping itu, Juli optimistis pihaknya dapat mendongkrak performa pabrikan pada 2021 mengingat telah diturunkannya tarif gas industri keramik. Namun demikian, Juli menyampaikan pihaknya baru menikmati tarif tersebut per Oktober 2020.
Juli menyampaikan saat ini seluruh konsumsi gas perseroan telah dikenakan tarif US$6 per mmBTU. Namun demikian, kecilnya pengurangan penurunan biaya gas tersebut disebabkan oleh penurunan volume produksi akibat pandemi.
Juli mencatat mesin produksi dimatikan sejak April 2020 hingga awal Juni 2020. Juli berujar hal tersebut dilakukan agar keamanan dan keselamatan tenaga kerja CAKK terjaga.
Namun demikian, dampak dari strategi tersebut adalah penurunan volume produksi sekitar 20 persen secara tahunan pada tahun ini. Walakin, Juli belum dapat memastikan berapa hasil akhir produksi CAKK pada tahun ini.
Seperti diketahui, CAKK telah membelanjakan dana investasi sebesar Rp30 miliar atau 63 persen dari total belanja modal tahun ini. Jumlah tersebut tidak termasuk pembelian mesin baru yang mana proses importasi terhambat pandemi Covid-19.
Adapun, perseroan juga tak lantas mengambil langkah melakukan penyesuaian harga. Sebagai gantinya, perseroan mengaplikasikan nilai tambah dari produknya seperti mengganti bahan baku keramik seperti glaze dengan kualitas yang lebih tinggi.