Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mendekati 2021, Stok Gula Industri Menipis

Ketersediaan gula untuk keutuhan industri makanan dan minuman (mamin) saat ini sudah menipis. Selain itu, waktu tunggu pemesanan (lead time) gula impor menjadi lebih lama.
Pekerja menyiapkan gula pasir untuk disalurkan ke operasi pasar dan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gudang Perum Bulog Sub-Divisi Regional Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (3/4/2020). ANTARA
Pekerja menyiapkan gula pasir untuk disalurkan ke operasi pasar dan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gudang Perum Bulog Sub-Divisi Regional Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (3/4/2020). ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Ketersediaan gula untuk keutuhan industri makanan dan minuman (mamin) saat ini sudah menipis. Selain itu, waktu tunggu pemesanan (lead time) gula impor menjadi lebih lama.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan ketersediaan gula rafinasi saat ini hanya cukup sampai Januari 2021. Selain itu, saat ini pabrikan gula rafinasi kekurangna stok bahan baku.

"Kelangkaan pasokan gula bahan baku industri dapat berakibat pada menurunnya produktivitas sektor industri mamin nasional, yang pada akhirnya dapat menambah tekanan terhadap perekonomian [nasional] yang belum pulih," kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman dalam keterangan resmi, Jumat (11/12/2020).

Adhi menyatakan industri mamin berkontribusi hingga 21,38 persen dari total nilai ekspor pada Januari-September 2020. Selain itu, industri mamin menopang sekitar 39,51 persen dari kinerja sektor manufaktur nasional per kuartal III/2020.

Di sisi lain, Adhi mengapresiasi langkah pemerintah yang memabntu kelancaran arus bahan baku ke pelaku industri kecil dan menengah (IKM) mamin. Sementara itu, Adhi juga mendorong penerbitan aturan turunan Undang-undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Bernardi Dharmawan mengatakan saat ini kapasitas produksi 11 pabrikan gula rafinasi hanya berkisar 60 persen. Hal itu lantaran mengikuti permintaan dari industri yang membutuhkan.

"Sejauh ini kapasitas yang masih digunakan baru 3 juta ton sementara kemampuan kami bisa 5,5 juta ton tentu akan bagus jika ada investasi baru lalu permintaan industri meningkat," katanya kepada Bisnis, Rabu (11/11/2020).

Sementara itu, Bernardi mengemukakan untuk tahun depan sesuai dengan hasil diskusi dengan industri makanan dan minuman kemungkinan akan ada peningkatan 5 persen dari kebutuhan tahun ini 3,2 juta ton.

Adapun untuk investasi pabrik gula rafinasi baru, Bernardi kembali memastikan, hingga sejauh ini belum ada rencana pengembangan pabrik gula baru. Bahkan, sejak Perpres 36/2010 Pabrik Gula Kristal Rafinasi tidak dapat dibangun baru, karena masuk ke daftar investasi tertutup.

Menurut Bernardi, regulasi saat ini mewajibkan semua industri gula yang baru harus terintegrasi dengan kebun tebu. Alhasil, anggota AGRI hanya akan tetap berjumlah 11 pabrik saja.

"Untuk pabrik baru pemerintah menargetkan guna pemenuhan gula konsumsi atau gula kristal putih atau GKP, sebagian anggota AGRI sudah ada yang berinvestasi di Industri GKP dan masih ada juga yang mulai membuka kebun tebu," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper